Sang Buddha muncul di dunia ini, karena ajaran Hukum Universal telah dilupankan oleh orang. Hukum Dhamma tetap ada, tetapi tidak diketahui lagi oleh manusia dan makhluk lainnya, karenanya muncullah Sang Buddha untuk menemukan kembali Hukum Dhamma tersebut dan mengajarkan kembali hukum tersebut kepada semua makhluk. Saat ini, intan permata Dharma telah bersinar kembali, begitu terang, menyinari semua alam semesta ini.
Dengan adanya Hukum Dhamma tersebut, maka semua makhluk dapat berjalan kembali ke arah yang benar, dapat mengerti Hukum Universal dan melaksanakannya, melepaskan diri dari segala kegelapan batin, pendentaan dan terlahir di alam yang berbahagia ( Nibbana sebagai alam tertinggi). Jadi ada atau tidak ada para Buddha, maka Hukum Universal dari Tuhan Yang Maha Esa tetap ada. Demikian juga para Buddha sebelum Buddha Gautama atau sesudah Buddha Gautama ajarannya adalah sama.
Sekarang Sang Buddha telah menemukan kembali Dhamma sebagai Hukum Universal tersebut yang harus diyakini, dipercaya berdasarkan pengertian yang benar, penelitian yang mendalam dan mengalami sendiri kebenarannya.
Sang Buddha tidak pernah memaksa seseorang untuk meyakini ajarannya secara membabi buta. Pelajarilah dan alami sendiri, demikian sabda Sang Buddha ( Ehi Passiko ). Setelah itu secara otomatis timbul keyakinan yang tidak akan tergoyahkan. Seperti kalau kita berbicara panasnya api, selama kita belum pernah menyenyuh api, kita tidak dapat mengetahui bagaimana panasnya api. Setelah tangan kita menyentuh api, barulah kita mengerti "oh begitu rasanya kalau terkena api".
Sang Buddha menguraikan Hukum Dhamma ( Dhamma Niyama ) lebih mendalam, menjadi bagian-bagian dari Hukum Universal, agar lebih di pahami oleh semua makhluk. Adapun inti ajaran sang Buddha yang merupakan bagian dari Hukum Universal adalah :
A. Hukum Tiga Corak Universal yang terdiri dari:
- Corak ketidak - kekalan (ANICCA )
- Corak Penderitaan (DUKHA)
- Corak tanpa inti / tanpa aku (ANATTA)
B. Hukum sebab akibat (PATICCA SAMUPPADA)
hukum tentang sebab - akibat yang saling bergantungan.
C. Empat kebenaran mulia (TATTARI ARIOYASACCANI)
D. Hukum karma dan Tumimbal lahir.
Kita perlu mengerti dan memahami inti ajaran sang Buddha agar dapat tumbuh keyakinan yang benar dan bukan berdasarkan kepada faktor keluarga, lingkungan, teman atau sekedar ikut -ikutan. Setelah pembahasan ini akan diuraikan secara singkat sila (perbuatan) mana yang disarankan oleh Sang Buddha, agar dapat hidup secara benar dan tidak merugikan orang lain serta dapat mendatangkan kebahagiaan pada diri kita.
A.Tiga Corak Universal
Sang Buddha mengajarkan bahwa segala hal di dunia ini baik yang secara phisik terlihat atau yang tidak terlihat mempunyai tiga fakta atau tiga keadaan yang selalu menyertainya. Tiga fakta ini tidak terbantahkan kebenarannya, yaitu :
1.Tidak kekal (Anicca)
Sang Buddha bersabda:
Segal sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal adanya. apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian ". (Dhammapada 227).
Setiap keberadaan ( benda, badan, kenikmatan, penderitaan dan semua yang berkondisi) mengalami perubahan baik lambat atau cepat mengarah kepada kehancuran ( hilang ~ timbul dan seterusnya).
Misalnya :
Badan jasmani Kita. secara kasat mata terlihat tidak ada perubahan setiap hari, padahal kenyataannya setiap detik tubuh kita mengalami proses perubahan, matinya jutaan sel, tumbuhnya jutaan set dan mengalami proses pertumbuhan, proses penuaan dan proses kehancuran.
Apabila kita mengerti kondisi ini, maka kita tidak akan menderita apabila tubuh kita menjadi keriput, sakit, hilangnya kecantikan atau kegagahan sesuai umur atau pada saat mendekati kematian, karena kita mengerti bahwa semuanya adalah proses alam yang tidak mungkin kita hindarkan, sebagai salah satu corak universal, tidak ada yang kekal di alam samsara ini (alam yang masih mengalami proses kelahiran dan kematian). Atau contoh mengenai kekayaan kita, yang selalu kita cari dan agungkan dalam zaman materialis ini. Semua itu juga tidak kekal, dan akan berkurang, bertambah, hilang, hancur pada suatu saat. Apabila kita tidak memahami corak universal tentang ketidak - kekalan ini, maka hilangnya harta kita ( terbakar. rugi usaha, hilang dicuri dan lain-lain) akan membuat kita sangat menderita.
Ada sebuah kisah, dimana seorang bapak sedang minum kopi di suatu kafe. seorang ibu yang kelihatan lusuh dan kumuh datang mendekat dan meminta sumbangan dengan alasan untuk membeli peti jenazah anaknya yang meninggal karena penyakit kusta. Karena itu sang bapak memberikan uang Rp. 2.000.000,-. Setelah ibu tersebut berlalu, karyawan kafe memberitahu bapak tersebut bahwa dia telah ditipu oleh ibu tersebut, karena tidak benar anak ibu tersebut meninggal, bapak tersebut dengan senang hati menjawab : "itu kabar baik yang saya dengar hari ini, bahwa ternyata tidak ada yang meninggal, syukurlah "Bapak tersebut telah mengerti dengan baik corak dan ketidak - kekalan akan kekayaan tersebut, hatinya dipenuhi oleh welas asih yang mendalam.
2. Penderitaan (Dukha)
Sang Buddha bersabda " Segala sesuatu yang berkondisi adalah menderita. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini maka ia akan merasa jenuh dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian (Dhammapada, 278).
Apakah kita bisa pungkiri, hidup di dunia adalah penderitaan? Sebagian orang menyangkal, karena mereka berada dalam kondisi yang menyenangkan. Tapi adakah dan di antara kita yang suatu saat bisa menghindari ketuaan, penyakit dan kematian? Jawabannya tidak ada, yang ada adalah kesenangan yang tidak tetap, hanya penderitaanlah yang tetap di alam samsara ini. Kita selalu dipenuhi kekhawatiran, ketakutan, kecemasan akan hilangnya harta kita, hilangnya orang - orang yang kita kasihi akan datangnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau akan datangnya kematian. Apabila kita tidak mengerti corak universal tentang penderitaan ini, maka kita akan sangat - sangat menderita bilamana dihadapkan pada kondisi datangnya penderitaan itu, tetapi kita akan lebih siap, lebih tenang, lebih bisa menerima kondisi penderitaan apapun kalau kita telah memahami corak penderitaan sebagai Hukum Universal itu sendiri.
Ada 12 jenis penderitaan yang terutama dialami oleh manusia yaitu:
a. Penderitaan dari kelahiran
b. Penderitaan dan ketuaan
c. Penderitaan dari kesakitan
d. Penderitaan dari kematian
e. Penderitaan dari kesedihan
f. Penderitaan dan ratap tangis
g. Penderitaan dari jasmani
h. Penderitaan dari Batin
i. Penderitaan dari putus asa
].Penderitaan karena berkumpul dengan orang yang tidak kita senangi.
k.Penderitaan akibat berpisah dengan sesuatu / seseorang yang kita cintai.
L.Penderitaan akibat tidak dicapai apa yang dicita - citakan (yang diinginkan atau diidamkan).
Karena begitu berat penderitaan ini, maka sang Buddha selalu mengingatkan bahwa hidup itu adalah penderitaan, bukan karena agama Buddha sebagai agama yang pesimis dan tidak memberikan harapan, justru dengan menghadapi kenyataan dan menyampaikan kabar sebenarnya, manusia bisa siap menghadapi, siap merubah cara hidup mereka. Kalau tidak ada penderitaan, dimana semua makhluk hidup dapat dengan senang dan bahagia, maka tidak perlu lagi Sang Buddha bersusah payah lahir di dunia ini, menderita sebelum mencapai kebuddhaan, dan tidak perlu lagi ada agama di dunia ini.
3. Tanpa Inti / Tanpa Aku
Sang Buddha bersabda : " Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat Hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian " (Dhammapada 279).
Kita selalu beranggapan bahwa diri kita ini ada yang dimanifestasikan dengan istilah "Aku"( Punyaku dan milikku ). Sebenarnya ada atau tidakkah " aku ini, mari kita pelajari lebih seksama, " Aku" ini siapa ?
Badan ini terdiri dari kumpulan unsur - unsur yang tergabung menjadi satu ditambah kesadaran. Unsur - unsur yang ada adalah unsur panas (nafas), padat (daging), cair (darah), gerak (kesadaran). Kalau unsur - unsur tersebut terurai satu persatu, apakah ada yang dinamakan diri kita. Sudah tentu tidak ada.Kalau ada yang dinamakan "Aku", tentu kita berkuasa atas apa yang dimiliki oleh "Aku" Salah satu contohnya, apabila ada "Aku", maka kita dapat memberi perintah pada badan ini, "jangan sakit", "jangan jadi tua" , jangan lapar", tetapi perintah - perintah itu tidak bisa dituruti oleh badan kita, karena apa ? Karena "Aku tidak ada, yang ada adalah proses alamiah menuruti Hukum Universal. Kita hanyalah menumpang atas badan kita. Secara Hukum Negara memang kita diakui sebagai pemilik dari benda-benda yang dapat dimiliki secara individual, misalnya mobil, rumah, namun dari Hukum Agama, maka pemilikan tersebut tidak pernah ada, yang ada adalah untuk penguasaan sementara atas benda - benda hanya adalah dikuasai dalam arti dapat dimanfaatkan.
B. Hukum sebab akibat (PATICCA SAMUPPADA)
hukum tentang sebab - akibat yang saling bergantungan.
C. Empat kebenaran mulia (TATTARI ARIOYASACCANI)
D. Hukum karma dan Tumimbal lahir.
Kita perlu mengerti dan memahami inti ajaran sang Buddha agar dapat tumbuh keyakinan yang benar dan bukan berdasarkan kepada faktor keluarga, lingkungan, teman atau sekedar ikut -ikutan. Setelah pembahasan ini akan diuraikan secara singkat sila (perbuatan) mana yang disarankan oleh Sang Buddha, agar dapat hidup secara benar dan tidak merugikan orang lain serta dapat mendatangkan kebahagiaan pada diri kita.
A.Tiga Corak Universal
Sang Buddha mengajarkan bahwa segala hal di dunia ini baik yang secara phisik terlihat atau yang tidak terlihat mempunyai tiga fakta atau tiga keadaan yang selalu menyertainya. Tiga fakta ini tidak terbantahkan kebenarannya, yaitu :
1.Tidak kekal (Anicca)
Sang Buddha bersabda:
Segal sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal adanya. apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian ". (Dhammapada 227).
Setiap keberadaan ( benda, badan, kenikmatan, penderitaan dan semua yang berkondisi) mengalami perubahan baik lambat atau cepat mengarah kepada kehancuran ( hilang ~ timbul dan seterusnya).
Misalnya :
Badan jasmani Kita. secara kasat mata terlihat tidak ada perubahan setiap hari, padahal kenyataannya setiap detik tubuh kita mengalami proses perubahan, matinya jutaan sel, tumbuhnya jutaan set dan mengalami proses pertumbuhan, proses penuaan dan proses kehancuran.
Apabila kita mengerti kondisi ini, maka kita tidak akan menderita apabila tubuh kita menjadi keriput, sakit, hilangnya kecantikan atau kegagahan sesuai umur atau pada saat mendekati kematian, karena kita mengerti bahwa semuanya adalah proses alam yang tidak mungkin kita hindarkan, sebagai salah satu corak universal, tidak ada yang kekal di alam samsara ini (alam yang masih mengalami proses kelahiran dan kematian). Atau contoh mengenai kekayaan kita, yang selalu kita cari dan agungkan dalam zaman materialis ini. Semua itu juga tidak kekal, dan akan berkurang, bertambah, hilang, hancur pada suatu saat. Apabila kita tidak memahami corak universal tentang ketidak - kekalan ini, maka hilangnya harta kita ( terbakar. rugi usaha, hilang dicuri dan lain-lain) akan membuat kita sangat menderita.
Ada sebuah kisah, dimana seorang bapak sedang minum kopi di suatu kafe. seorang ibu yang kelihatan lusuh dan kumuh datang mendekat dan meminta sumbangan dengan alasan untuk membeli peti jenazah anaknya yang meninggal karena penyakit kusta. Karena itu sang bapak memberikan uang Rp. 2.000.000,-. Setelah ibu tersebut berlalu, karyawan kafe memberitahu bapak tersebut bahwa dia telah ditipu oleh ibu tersebut, karena tidak benar anak ibu tersebut meninggal, bapak tersebut dengan senang hati menjawab : "itu kabar baik yang saya dengar hari ini, bahwa ternyata tidak ada yang meninggal, syukurlah "Bapak tersebut telah mengerti dengan baik corak dan ketidak - kekalan akan kekayaan tersebut, hatinya dipenuhi oleh welas asih yang mendalam.
2. Penderitaan (Dukha)
Sang Buddha bersabda " Segala sesuatu yang berkondisi adalah menderita. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini maka ia akan merasa jenuh dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian (Dhammapada, 278).
Apakah kita bisa pungkiri, hidup di dunia adalah penderitaan? Sebagian orang menyangkal, karena mereka berada dalam kondisi yang menyenangkan. Tapi adakah dan di antara kita yang suatu saat bisa menghindari ketuaan, penyakit dan kematian? Jawabannya tidak ada, yang ada adalah kesenangan yang tidak tetap, hanya penderitaanlah yang tetap di alam samsara ini. Kita selalu dipenuhi kekhawatiran, ketakutan, kecemasan akan hilangnya harta kita, hilangnya orang - orang yang kita kasihi akan datangnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau akan datangnya kematian. Apabila kita tidak mengerti corak universal tentang penderitaan ini, maka kita akan sangat - sangat menderita bilamana dihadapkan pada kondisi datangnya penderitaan itu, tetapi kita akan lebih siap, lebih tenang, lebih bisa menerima kondisi penderitaan apapun kalau kita telah memahami corak penderitaan sebagai Hukum Universal itu sendiri.
Ada 12 jenis penderitaan yang terutama dialami oleh manusia yaitu:
a. Penderitaan dari kelahiran
b. Penderitaan dan ketuaan
c. Penderitaan dari kesakitan
d. Penderitaan dari kematian
e. Penderitaan dari kesedihan
f. Penderitaan dan ratap tangis
g. Penderitaan dari jasmani
h. Penderitaan dari Batin
i. Penderitaan dari putus asa
].Penderitaan karena berkumpul dengan orang yang tidak kita senangi.
k.Penderitaan akibat berpisah dengan sesuatu / seseorang yang kita cintai.
L.Penderitaan akibat tidak dicapai apa yang dicita - citakan (yang diinginkan atau diidamkan).
Karena begitu berat penderitaan ini, maka sang Buddha selalu mengingatkan bahwa hidup itu adalah penderitaan, bukan karena agama Buddha sebagai agama yang pesimis dan tidak memberikan harapan, justru dengan menghadapi kenyataan dan menyampaikan kabar sebenarnya, manusia bisa siap menghadapi, siap merubah cara hidup mereka. Kalau tidak ada penderitaan, dimana semua makhluk hidup dapat dengan senang dan bahagia, maka tidak perlu lagi Sang Buddha bersusah payah lahir di dunia ini, menderita sebelum mencapai kebuddhaan, dan tidak perlu lagi ada agama di dunia ini.
3. Tanpa Inti / Tanpa Aku
Sang Buddha bersabda : " Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat Hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah jalan yang membawa pada kesucian " (Dhammapada 279).
Kita selalu beranggapan bahwa diri kita ini ada yang dimanifestasikan dengan istilah "Aku"( Punyaku dan milikku ). Sebenarnya ada atau tidakkah " aku ini, mari kita pelajari lebih seksama, " Aku" ini siapa ?
Badan ini terdiri dari kumpulan unsur - unsur yang tergabung menjadi satu ditambah kesadaran. Unsur - unsur yang ada adalah unsur panas (nafas), padat (daging), cair (darah), gerak (kesadaran). Kalau unsur - unsur tersebut terurai satu persatu, apakah ada yang dinamakan diri kita. Sudah tentu tidak ada.Kalau ada yang dinamakan "Aku", tentu kita berkuasa atas apa yang dimiliki oleh "Aku" Salah satu contohnya, apabila ada "Aku", maka kita dapat memberi perintah pada badan ini, "jangan sakit", "jangan jadi tua" , jangan lapar", tetapi perintah - perintah itu tidak bisa dituruti oleh badan kita, karena apa ? Karena "Aku tidak ada, yang ada adalah proses alamiah menuruti Hukum Universal. Kita hanyalah menumpang atas badan kita. Secara Hukum Negara memang kita diakui sebagai pemilik dari benda-benda yang dapat dimiliki secara individual, misalnya mobil, rumah, namun dari Hukum Agama, maka pemilikan tersebut tidak pernah ada, yang ada adalah untuk penguasaan sementara atas benda - benda hanya adalah dikuasai dalam arti dapat dimanfaatkan.
No comments:
Post a Comment