Orang Tionghoa di Welahan dan sekitar Jepara yakin bahwa kelenteng Hian Thian Siang Tee Welahan sudah ada sejak sekitar tahun 1580 seperti terurai di bawah ini.
Gambar: Suasana Kirab Ritual, Tandu ( Kio ) untuk Kongco Hian Tian Siang Tee sedang ada di depan kelenteng. Sumber: Tiong Hwa Hwee Kwan - Welahan. Th. 1941.
|
Pada tahun 1741 kapiten Tionghoa dan luitenant Tionghoa di Semarang ditangkap oleh kompeni ( Balanda ), kemudian orang-orang Tionghoa lan dan Semarang, berkumpul jadi satu dengan orang-orang Tionghoa di Welahan ( Jepara ) yang kemudian berangkat melawan Belanda di Karanganyar (Thiam Joe, 1931:34).
Setelah pusat pertahanan militer dan kantor dagang VOC dipindahkan dari Jepara ke Semarang pada tahun 1705 dan 1773, aktivitas bongkar muatan barang dagangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri di pelabuhan Jepara menjadi susut. Sejak itu semarang disebut kota pelabuhan dagang tersibuk kedua setelah Batavia (Kompas.28 Juni 2007, hal H (dan 1)
pada abad XIV dan XV kota-kota pemerintahan di pesisir utara pulau Jawa mulai maju dan orang-orang Tionghoa memegang peranan penting ( Pigeaud dan De Graof dalam Winami, 2009:69).
Pada awal 1680-an banyak sekali orang Tionghoa di Jepara dan sekitarnya (Wmami, 2009:72 ), bahkan setelah tahun 1691 jumlah orang Tionghoa di Jepara dua kali lebih banyak danpada jumlah orang Tionghoa di Semarang. Menurut buku yang ditulis oleh Moerthiko dengan judul Riwayat Kelenteng, Vihara lithang Tempat Ibadah Tri Dharma Se-Jawa yang terbit tahun 1980, mengenai sejarah kelenteng Xuan Tian Shang Di, Welahan, Jepara, seperti yang dituturkan oleh sekertaris kelenteng itu sebagai berikut:
Sekitar 400 tahun yang lalu seorang Padri bersama Tian Sing Boe datang ke Jawa dari tiongkok. Di tengah jalan Padri itu sakit keras dan tanpa sengaja diberi pertolongan oleh Tian Sing Boe menjadi sembuh. Sebagai tanda terima kasih diberinya hadiah berupa Naga da sebuah Kiem Sin (gambar Hian thian Siang Tee ) dengan pesan setelah sampai rumahagar kedu barang itu d hoksai (dirawat). tian Sing Boe mampir di rumah kakaknya di welahan yang bernama Sia Slang Jie. Kemudian Tian Sing Boe pergi ke Banten dan menaruh dua barang hadiah tadi di atas loteng. Setelah adiknya pergi Sian Siang Jle kagum akan adanya "benda aneh" di atas loteng itu",karena barang ini mengeluarkan suara-suara gaib. Disusul adiknya ke Banten untuk menanyakan perihal banda aneh itu, setelah bertemu diberitahu bahwa kedua benda itu agar dihoksai sebaik-baiknya.
Demikian setelah sekian lama dirawat kedua benda pada waktu-waktu tertentu mengeluarkan "Sinar Keajaiban" terutama pada saat shejit / ulangtahun.
Ketika itu datang di welahan seorang Hwiso dan kesurupan di hadapan kedua benda itu. Hwiso kemudian dapat menulis resep obat dan rempah-rempah (mujarab), hingga berlanjut terus berkat kedua benda "keramat"itu dapat memberikan pertolongan kepada masyarakat Welahan dan sekitarnya.
Jadi dapat diketahui bahwa kelenteng Xuan Thian Sheng Di (Hian Tian Siang Tee) Welahan,jepara,telah ada sekitar tahun 1580.
masjid Mantingan Jepara yang dindingnya terbuat dari batu putih berukir dengan motif bunga adalah hasil karya seorang Tionghoa bernama tjie wie an. Atas prestasinya membangun Masjid Mantingan pada tahun 1559, Ratu Kalinyamat menganugrahkan kepada Tjie Wie Gwan nama Sungging Bandar Duwung.
Sungging artinya ahli ukir Bandar berarti batu dan Duwung artinya tatah. (Suara Merdeka,6 September 2009:12 ). Pada tahun 1470 Jepara adalah kota pantai yang menjadi bandar cukup besar pada saat
pemerintahan Pati Unus. Jepara menjadi salah satu pusat perdagangan di pesisir utara pulau Jawa (Kompas.6 September 2009, hal. 12).
Welahan merupakan kota kecamatan, dengan kabupaten Jepara. Daerah ini berada di tepi pulau Serang. Menurut Harian Locomotif tangga 4 dan 5 Maret 1931 yang ditulis Liem Thian Joe di dalam buku yang berjudul "Riwayat Semarang" yang diterbitkan tahun 1931 sebagai berikut:
Lebih doloe orang tionghoa tinggal di Batam, kamodian pelahan-pelahan mereka tersebar di daerah Djawa Tengah. Menoerot Boekoe-noekoe tjatetan jang terdapat di Batavia, ternjata orang Tionghoa Jang tinggal diSemarang ada lebih kebelakang; lebih doeloe dari itoe marika bertempat di Tandjoeng, Jepara. Boe- jaran dan lain-lain lagi. Dari sitoe baroelah achirnja orang Tionghoa bertempat di Gedong Batoe. Lantaran di tempat terseboet semakin lama djadi semingkin sempit maka achirnja la orang laloe pinda de daerah jang lebi loeas, jaitoe si Semarang. Disini marika berdiriken roemah- roemah tinggal baroe.
Boeat boektiken bagimana di dzaman koeno orang Tionghoa lebih doeloe berdiam dijepara, ini bisa dilihat dari satoe toelisan jang terdapet dalem Locomotief tanggal 4 da 5 Maart 1931 dengan kaLimaat Japara's ver- leden, dalem mana antar lain lain ada ditoelis:
Japara atawa Djepara letaknja ada di bawah pegoenoengan Maeria, terlindung oleh goenoeng dari mana ia pertahanken diri terhadep seranganangin timoer, dan dengen ia poenja plaboean jang terjipta oleh alam bagitoe bagoes tentoenja itoe masa iaada satoe kota jang penting sekali.Tiada bisa disangsi jang ini tempat telah trima koenjoengan paling doeloe dari orang-orang hindoe dan Tionghoa, siapa lebi doeloe nistjaja lintasin poelo-poelo Karimoen Djawa,Jang menoeroet warta poen ada terdapet reroentoek-rerontoek dari
tinggalan dzaman Hindoe. Satoe antara itoe warta penting jang terdapet dlins bilangan adalah kita dapetken satoe formulier soempah dalem satoe Kawioorkonde dari taon 762 caka ( 840 sasoeda ad itoengan Masehi).
Dari dalem tanah dapet digali banjak sekali porselin-porselein Tionghoa koeno Jang indah. Diantara dongengan jang tersiar, ada ditjeritaken tentang satoe pilgrim (pendita ) telah dapetken katjilaka'an dengan la poenja kapal di deket Japara, kamoedian di welahan la dapetken banjak moerid. Sekarang la terkenal sebagai Siang The Kong Tjo,dan di dalem ia poenja kelenteng setiap taon, sampe 14 hari lamanja banjak orang-orang Tionghoa dan seloeroeh Java datang mengoe- njoengin bikin sembajangan. Enz.
Pada tahun 674 Masehi Jepara diperintah oleh Ratu Sima yang dikenal sebagai Ratu Adil dan dihormati karena tidak pandang bulu. Ratu itu penganut Budha dari Kerajaan Kalingga (Kompas 16 Mei 2007, hal. 44).
Menurut catatan dari Batavia, lebih dulu orang Tioaghoa tinggal di Batam, kemudian mereka tersebar di daerah Jawa Tengah. Mereka lebih dulu berdiam di Tanjung, Jepara, Buyaran ( Demak ) dan lain-lain, dan situ akhirnya di Gedung Batu Simongan. Karena pecman lama di bukit Simongan makin padat, maka kemudian mereka pindah ke Semarang ( Thiam Yoe 1931:6).
Walaupun orang Tionghoa lebih dahulu menetap di Welahan Jepara dibandingkan dengan di Simongan Semarang, guna memastikan sejak kapan kelenteng Hian Tian Siang Tee (Xuan Tian Sheng Di) telah berada di welahan Jepara, perlulah ditinjau kapan keberadaan kelenteng untuk memperingati kedatangan Zheng He di bukit Simongan Semarang. Sedikit data mengenai topik ini dapat disimak dibawah ini.
Keberadaan orang Tionghoa di desa Gambiran, Simongan Semarang dapat dipastikan dari telah dibangunnya kelenteng untuk memperingati keda- tangan Zheng He di bukit Simongan, Semarang pada tahun 1411 (Mulyana 2008:58 ). Dan buku Perayaan Besar Sam Poo dapat diketahui juga bahwa Hio Lo (tempat abu ) yang kuno milik Sam Poo Kong sudah ada sejak sekitar tahun 1557.
Sesuai penuturan (Oktober 2010) dari ketua Yayasan kelenteng bahwa 'Tapan Syair" sumbangan dan para donator yang terbuat dari kayu jati yang berumur tua telah rusak dan kemudian dengan persetujuan pihak pengurus telah dibakar. Sedang "Papan Syair yang masih ada di kelenteng baru berumur sekitar 200 tahun. Dari data-data pendukung yang terurai di atas. dapat diduga bahwa kelenteng Hian Tian Siang Tee ( Xuan Tian Shang Di) di Welahan, Jepara telah ada sejak sekitar tahun 1580.
Kirab ritual Xuan Tian Shang Di ( Hian Thian Siang Tee ) Welahan banyak dilaksanakan pada setiap hari ulang tahun Kongco yang jatuh pada tanggal 1 bulan 3 Imlek, dan pelaksanaan kirab keliling kota Welahan ini berdasarkan "Pwe" (keping-keping ramalan).
Pada saat prosesi, kirab ritual ini diikuti oleh banyak kelenteng yang datang dan pulau Jawa dan luar Jawa, patung Dewa-Dewi yang ikut prosesi kirab biasanya berada di dalam tandu / joli. Tandu atau joli yang datang dari berbagai daerah memiliki berbagai ukuran, ukiran dan bentuk yang mdah. Wama merah dan kuning emas banyak mendominasi tandu-tandu tersebut.
Kirab ritual ini juga diikuti oleh banyak macam kesenian, seperti Reog Ponorogo, Liong ( Naga ), Sam Si / Barongsai, dan lain-lain. Kirab ritual yang diadakan pada tanggal 1 bulan 3 imlek itu berangkat dari kelenteng Hian Thian Siang Tee yang terletak di jalan gang pinggir kemudian keliling kota dan berakhir di kelenteng Hok Tik Bio ( di samping sungai Serang ) yang berlokasi di depan pasar Welahan. Kelenteng Hok Tik Bio ini lebih tua bila dibandingkan dengan kelenteng Hian Thian Siang Tee.
Setelah berada di kelenteng Hok Tik Bio selama lebih kurang satu bulan Dewa Xuan Tian Shang Di ( Hian Thian Siang Tee) dikirab kembali ke kelenteng Hian Thian Siang Tee dengan keliling kota lebih dulu baru Kembali ke kelenteng di jalan Gang Pinggir Welahan. Gambar-gambar di bawah ini adalah kirab ritual yang dilaksanakan di kelenteng Hian Thian Siang Welahan, Jepara:
Malam sebelum kirab setiap perkumpulan kesenian yang hadir mempersembahkan permainan di depan kelenteng, sehingga daerah sekitar kelenteng berubah menjadi pasar malam yang sangat ramai.
Demikian setelah sekian lama dirawat kedua benda pada waktu-waktu tertentu mengeluarkan "Sinar Keajaiban" terutama pada saat shejit / ulangtahun.
Ketika itu datang di welahan seorang Hwiso dan kesurupan di hadapan kedua benda itu. Hwiso kemudian dapat menulis resep obat dan rempah-rempah (mujarab), hingga berlanjut terus berkat kedua benda "keramat"itu dapat memberikan pertolongan kepada masyarakat Welahan dan sekitarnya.
Jadi dapat diketahui bahwa kelenteng Xuan Thian Sheng Di (Hian Tian Siang Tee) Welahan,jepara,telah ada sekitar tahun 1580.
masjid Mantingan Jepara yang dindingnya terbuat dari batu putih berukir dengan motif bunga adalah hasil karya seorang Tionghoa bernama tjie wie an. Atas prestasinya membangun Masjid Mantingan pada tahun 1559, Ratu Kalinyamat menganugrahkan kepada Tjie Wie Gwan nama Sungging Bandar Duwung.
Sungging artinya ahli ukir Bandar berarti batu dan Duwung artinya tatah. (Suara Merdeka,6 September 2009:12 ). Pada tahun 1470 Jepara adalah kota pantai yang menjadi bandar cukup besar pada saat
pemerintahan Pati Unus. Jepara menjadi salah satu pusat perdagangan di pesisir utara pulau Jawa (Kompas.6 September 2009, hal. 12).
Welahan merupakan kota kecamatan, dengan kabupaten Jepara. Daerah ini berada di tepi pulau Serang. Menurut Harian Locomotif tangga 4 dan 5 Maret 1931 yang ditulis Liem Thian Joe di dalam buku yang berjudul "Riwayat Semarang" yang diterbitkan tahun 1931 sebagai berikut:
Lebih doloe orang tionghoa tinggal di Batam, kamodian pelahan-pelahan mereka tersebar di daerah Djawa Tengah. Menoerot Boekoe-noekoe tjatetan jang terdapat di Batavia, ternjata orang Tionghoa Jang tinggal diSemarang ada lebih kebelakang; lebih doeloe dari itoe marika bertempat di Tandjoeng, Jepara. Boe- jaran dan lain-lain lagi. Dari sitoe baroelah achirnja orang Tionghoa bertempat di Gedong Batoe. Lantaran di tempat terseboet semakin lama djadi semingkin sempit maka achirnja la orang laloe pinda de daerah jang lebi loeas, jaitoe si Semarang. Disini marika berdiriken roemah- roemah tinggal baroe.
Boeat boektiken bagimana di dzaman koeno orang Tionghoa lebih doeloe berdiam dijepara, ini bisa dilihat dari satoe toelisan jang terdapet dalem Locomotief tanggal 4 da 5 Maart 1931 dengan kaLimaat Japara's ver- leden, dalem mana antar lain lain ada ditoelis:
Japara atawa Djepara letaknja ada di bawah pegoenoengan Maeria, terlindung oleh goenoeng dari mana ia pertahanken diri terhadep seranganangin timoer, dan dengen ia poenja plaboean jang terjipta oleh alam bagitoe bagoes tentoenja itoe masa iaada satoe kota jang penting sekali.Tiada bisa disangsi jang ini tempat telah trima koenjoengan paling doeloe dari orang-orang hindoe dan Tionghoa, siapa lebi doeloe nistjaja lintasin poelo-poelo Karimoen Djawa,Jang menoeroet warta poen ada terdapet reroentoek-rerontoek dari
tinggalan dzaman Hindoe. Satoe antara itoe warta penting jang terdapet dlins bilangan adalah kita dapetken satoe formulier soempah dalem satoe Kawioorkonde dari taon 762 caka ( 840 sasoeda ad itoengan Masehi).
Dari dalem tanah dapet digali banjak sekali porselin-porselein Tionghoa koeno Jang indah. Diantara dongengan jang tersiar, ada ditjeritaken tentang satoe pilgrim (pendita ) telah dapetken katjilaka'an dengan la poenja kapal di deket Japara, kamoedian di welahan la dapetken banjak moerid. Sekarang la terkenal sebagai Siang The Kong Tjo,dan di dalem ia poenja kelenteng setiap taon, sampe 14 hari lamanja banjak orang-orang Tionghoa dan seloeroeh Java datang mengoe- njoengin bikin sembajangan. Enz.
Pada tahun 674 Masehi Jepara diperintah oleh Ratu Sima yang dikenal sebagai Ratu Adil dan dihormati karena tidak pandang bulu. Ratu itu penganut Budha dari Kerajaan Kalingga (Kompas 16 Mei 2007, hal. 44).
Menurut catatan dari Batavia, lebih dulu orang Tioaghoa tinggal di Batam, kemudian mereka tersebar di daerah Jawa Tengah. Mereka lebih dulu berdiam di Tanjung, Jepara, Buyaran ( Demak ) dan lain-lain, dan situ akhirnya di Gedung Batu Simongan. Karena pecman lama di bukit Simongan makin padat, maka kemudian mereka pindah ke Semarang ( Thiam Yoe 1931:6).
Walaupun orang Tionghoa lebih dahulu menetap di Welahan Jepara dibandingkan dengan di Simongan Semarang, guna memastikan sejak kapan kelenteng Hian Tian Siang Tee (Xuan Tian Sheng Di) telah berada di welahan Jepara, perlulah ditinjau kapan keberadaan kelenteng untuk memperingati kedatangan Zheng He di bukit Simongan Semarang. Sedikit data mengenai topik ini dapat disimak dibawah ini.
Keberadaan orang Tionghoa di desa Gambiran, Simongan Semarang dapat dipastikan dari telah dibangunnya kelenteng untuk memperingati keda- tangan Zheng He di bukit Simongan, Semarang pada tahun 1411 (Mulyana 2008:58 ). Dan buku Perayaan Besar Sam Poo dapat diketahui juga bahwa Hio Lo (tempat abu ) yang kuno milik Sam Poo Kong sudah ada sejak sekitar tahun 1557.
Sesuai penuturan (Oktober 2010) dari ketua Yayasan kelenteng bahwa 'Tapan Syair" sumbangan dan para donator yang terbuat dari kayu jati yang berumur tua telah rusak dan kemudian dengan persetujuan pihak pengurus telah dibakar. Sedang "Papan Syair yang masih ada di kelenteng baru berumur sekitar 200 tahun. Dari data-data pendukung yang terurai di atas. dapat diduga bahwa kelenteng Hian Tian Siang Tee ( Xuan Tian Shang Di) di Welahan, Jepara telah ada sejak sekitar tahun 1580.
Kirab ritual Xuan Tian Shang Di ( Hian Thian Siang Tee ) Welahan banyak dilaksanakan pada setiap hari ulang tahun Kongco yang jatuh pada tanggal 1 bulan 3 Imlek, dan pelaksanaan kirab keliling kota Welahan ini berdasarkan "Pwe" (keping-keping ramalan).
Pada saat prosesi, kirab ritual ini diikuti oleh banyak kelenteng yang datang dan pulau Jawa dan luar Jawa, patung Dewa-Dewi yang ikut prosesi kirab biasanya berada di dalam tandu / joli. Tandu atau joli yang datang dari berbagai daerah memiliki berbagai ukuran, ukiran dan bentuk yang mdah. Wama merah dan kuning emas banyak mendominasi tandu-tandu tersebut.
Kirab ritual ini juga diikuti oleh banyak macam kesenian, seperti Reog Ponorogo, Liong ( Naga ), Sam Si / Barongsai, dan lain-lain. Kirab ritual yang diadakan pada tanggal 1 bulan 3 imlek itu berangkat dari kelenteng Hian Thian Siang Tee yang terletak di jalan gang pinggir kemudian keliling kota dan berakhir di kelenteng Hok Tik Bio ( di samping sungai Serang ) yang berlokasi di depan pasar Welahan. Kelenteng Hok Tik Bio ini lebih tua bila dibandingkan dengan kelenteng Hian Thian Siang Tee.
Setelah berada di kelenteng Hok Tik Bio selama lebih kurang satu bulan Dewa Xuan Tian Shang Di ( Hian Thian Siang Tee) dikirab kembali ke kelenteng Hian Thian Siang Tee dengan keliling kota lebih dulu baru Kembali ke kelenteng di jalan Gang Pinggir Welahan. Gambar-gambar di bawah ini adalah kirab ritual yang dilaksanakan di kelenteng Hian Thian Siang Welahan, Jepara:
Malam sebelum kirab setiap perkumpulan kesenian yang hadir mempersembahkan permainan di depan kelenteng, sehingga daerah sekitar kelenteng berubah menjadi pasar malam yang sangat ramai.
0 komentar
Post a Comment