Tuesday, December 5, 2017

Penderitaan Dan Lenyapnya Penderitaan

(Uraian Dhamma oleh
 *Bhikkhu Sri Pannyavaro*
 saat Asadha Agung)

Dhamma yang dibabarkan oleh Buddha selama 45 tahun sangat luas, *namun dapat diringkas seperti yang Buddha katakan kepada Bhikkhu Anuraddha:

* _“Wahai Anuraddha, dahulu dan sekarang hanya ini yang Kuajarkan. Apakah itu?

"Penderitaan dan lenyapnya penderitaan.”

*Kata kuncinya adalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan*. Inilah yang menggerakkan kita untuk menjalankan Dhamma.

*Tidak ada orang yang ingin menderita*, apa pun agamanya, apa pun suku bangsanya. 

*Karena menolak penderitaan itulah*, semua orang mencari kebahagiaan Tetapi yg sering terjadi adalah *kita mencari kebahagiaan untuk menutup - nutupi penderitaan*, bukan untuk melenyapkan penderitaan. Memang benar akan senang, *tetapi cuma sebentar*. Penderitaan akan muncul lagi. Apalagi jika kesenangan itu *dicari dengan cara kebablasan, justru akan menimbulkan* penderitaan baru. Mengikuti hawa nafsu *membuat kita menjadi puas dan senang, tapi cuma sebentar*. Kemudian penderitaan bertambah.

Buddha meminta kita untuk mengubah cara berpikir, *jangan menutupi penderitaan dengan kesenangan, tetapi selesaikan penderitaan* dengan mencari sebabnya,  mencabut akarnya.

*Akar penderitaan* adalah :

*(1) keserakahan* dengan segala turunannya: iri hati, tidak senang melihat orang lain maju, dll.; 

*(2) kebencian:* senang melihat orang lain sengsara, dendam, jengkel, marah;

*(3) arogansi keakuan*.
Jadi Buddha tidak mengajarkan kita untuk mengejar dan mencari kebahagian, *tetapi kurangilah penderitaan, yaitu dengan mengurangi keserakahan, kebencian dan arogansi keakuan. 

Kalau penderitaan berkurang *meskipun belum habis, otomatis* kita akan lebih bahagia. Akar penderitaan itulah yang *harus dicabut, bukan ditutupi*. 

Bagaimana caranya?

*#Jangan_membunuh,* tapi kembangkan cinta kasih. 

*#Jangan_mencuri,* tapi biasa berdana. 

*#Jangan_selingkuh,* tapi membangun kehidupan rumah tangga yg baik. 

*#Jangan_berbohong,* tapi mengucapkan kata-kata yang enak, benar, dan tidak menyakiti.

*#Jangan_mabuk,* tapi memilih makanan yang sehat dan tidak menimbulkan ketagihan.*Itu adalah pengendalian diri*, sila.

Jika sudah mengendalikan diri, *sudah bebaskah kita dari penderitaan?* Belum. Meskipun kita hati-hati tidak melakukan kejahatan, mengendalikan diri, menambah kebaikan, *kita tetap menjadi tua, sakit, dan meninggal*. 

Orang baik atau orang jahat, dari raja sampai orang biasa *tetap akan mengalaminya*. Ini adalah *problem besar* umat manusia. Oleh karena itu *kita harus ber meditasi*. Meditasi akan *membuat pikiran kita jernih, juga akan mendeteksi* jika keserakahan atau keakuan muncul.

Ingin mengendalikan ucapan dan perbuatan, *tapi tidak pernah meditasi*, maka akan gagal terus. *Karena sumber* perilaku yang buruk itu *dari pikiran*. 

*Kalau pikiran kotor*, ucapan dan perbuatan yang mengalir akan kotor. 

*Kalau pikiran bersih*, ucapan dan perbuatan yang mengalir akan bersih.

*Bermeditasilah* untuk membersihkan pikiran. Selain duduk diam, tetapi juga *sadar setiap saat*.

Jika kita mempunyai praktek Dhamma yang baik, *keakuan akan berkurang dan menjadi tenang*, menghadapi kematian tidak gentar. 

Kematian, usia tua? 
Rapopo. 

*Rapopo = tidak apa-apa*, sebuah ungkapan menerima dengan tulus dan lapang dada.

*Kita tidak mungkin menolak* usia tua dan kematian. *Dengan pikiran* yang bersih, *dengan mendeteksi* keserakahan-kebencian-keakuan, *dengan melihat perubahan sebagaimana adanya*, termasuk usia tua dan kematian, *semuanya itu hanyalah perubahan*. Anicca *tidak perlu membuat kita* menderita.

*Tidak ada seorang pun* yang bisa menghentikan perubahan, *termasuk Buddha*. Tetapi Buddha *memberikan cara* menghentikan penderitaan.*Itulah kata kunci ajaran Guru Agung kita*, bebas dari penderitaan.

*Kita tidak bisa* merevolusi mental orang lain, *orang lain juga tidak bisa* mengubah mental kita. Kita sendiri *yang harus berjuang mengubah mental menjadi lebih sehat dan dewasa*, dengan sila dan meditasi. 

*Tidak ada cara lain*, apalagi menggantungkan diri pada jimat atau batu akik. Oleh karena itu marilah kita praktek Dhamma yang Sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. 

*Seandainya kita belum bisa* membebaskan diri dari penderitaan, *kita bisa mengurangi penderitaan*. Kurangnya penderitaan *itu sudah merupakan* kebahagiaan. 

*Tidak usah dicari*, kebahagiaan akan datang sendiri. Saat penderitaan berkurang, kebahagiaan akan muncul.

Memuja memang baik, *tapi pemujaan tertinggi kepada Buddha adalah dengan praktek Dhamma yg benar. Dengan jalan itulah kita mendapat manfaat untuk bebas dari penderitaan.*


Baca juga:

Hidup perlu menderita

Pemahaman spiritual

No comments:

Post a Comment