|
Klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee. |
l. Klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee.
Dimana-mana banyak klenteng Dewa Rejeki Hok Tek Ceng Sin. Dimana-mana ada klenteng Dewi Kwan Im, dewi welas asih. Dimana-mana didirikan klenteng Dewa Kwan Kong, dewa "kesetiaan" katanya.Tapi dimana-mana jarang ada klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee, dewa penguasa dunia gaib. Mengapa?
Kebanyakan klenteng-klenteng tua di Indonesia dibangun oleh para imigran dari Tiongkok di jaman Belanda.Umumnya mereka adalah pedagang. Pedagang yang diutamakan adalah usaha dan rejeki, maka mereka mengutamakan klenteng dewa rejeki.Adanya dewa rejeki di dekat mereka akan banyak membantu kelancaran rejeki dan usaha yang mereka lakukan. Maka banyak klenteng Dewa Rejeki Hok Tek Ceng Sin dibangun di daerah pasar dan pusat perdagangan di banyak kota.
Setelah punya dewa rejeki dalam usaha dagang mereka, mulai butuh dewi welas asih agar banyak permintaan mereka yang dikabulkan seperti per-lindungan, keselamatan, kesehatan keharmonisan keluarga dan lain-lain. Maka klenteng Dewi Kwan Im, dewi welas asih, juga banyak dibangun di berbagai kota.
Dewa Kwan Kong dipercaya memiliki penampil-an gagah perkasa dengan sifat kesatria, setia pada kata dan janji yang diucapkan. Seperti tokoh legenda Jendral Kwan Kong dalam Kisah Tiga Negara atau Sam Kok.
Sifat kesatria dan setia inilah yang diambil atau diharapkan di dalam menolong dan melindungi manusia.Maka mulai banyak orang membangun klenteng Dewa Kwan Kong agar kalau butuh pertolongan gampang, tidak perlu pergi jauh - jauh dari tempat tinggalnya.
Sayangnya banyak manusia yang salah me- manfaatkan sifat kesetiaan Dewa Kwan Kong. Banyak saya jumpai altar rumahan Dewa Kwan Kong dipasang di tempat usaha, kantor, bengkel, pabrik, bahkan ada yang diletakkan di gudang. Lalu tujuannya apa? Tentu saja Dewa Kwan Kong difungsikan sebagai satpam atau karyawan mereka, untuk menjaga dan melindungi pabrik dan gudang, untuk mendatangkan rejeki di tempat usaha. Satu kesalahan besar telah dilakukan oleh orang-orang itu.
Saya bisa memperkirakan bahwa altar Dewa Kwan Kong yang diletakkan pada tempat seperti itu akan kosong atau ditempati makhluk gaib non Ilahi. Dan akibatnya dikemudian hari akan fatal, sebab harus bayar imbalan yang diminta oleh gaib non Ilahi yang telah memberikan perlindungan dan rejeki Pemilik altar.
para dewa dan roh suci tidak pernah mau dimanfaatkan manusia. Manusia bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan orang lain.Tapi jangan memanfaatkan para dewa dan roh suci secara sembarangan.
Dari perjalanan spiritual yang telah saya lakukan selama puluhan tahun saya tahu bahwa Dewa Kwan Kong bukan dewa kesetiaan. Dewa Kwan adalah dewa kejujuran. Kejujuran adalah salah satu unsur penting dalam laku spiritual. Dan untuk dapat jujur perlu memiliki kekuatan agar selalu berbuat jujur. Maka perlu berdoa dan sembahyang kepada Dewa Kwan Kong untuk memohon bimbingan dan bekal kekuatan untuk dapat selalu jujur.
Banyak klenteng Dewa Kwan Kong didirikan dengan motivasi atau tujuan seperti di atas tadi, yaitu untuk mendatangkan rejeki dan memberi penjagaan dan perlindungan harta kekayaan mereka. Ini adalah salah kaprah.
Klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee tidak sebanyak 3 klenteng di atas tadi. Bahkan boleh dikatakan sangat jarang. Kota-kota seperti Medan, Palembang, Jambi,Lampung,Banjarmasin,Makasar, Pontianak, Denpasar, Malang, Solo, Yogyakarta, Bandung, Cirebon dan lain-lain yang tidak memiliki klenteng Dewa Siang Tee. Yang saya maksud adalah klenteng dengan altar utamanya Dewa Hian Thian Siang Tee, bukan yang ada di altar pendamping atau altar samping.
Asal mula saya menaruh perhatian khusus terhadap klenteng dengan altar utama Dewa Siang Tee adalah adanya begitu banyak tamu saya yang sangat membutuhkan pelindung diri, Hu pelindung din dari Dewa Siang Tee untuk menolong mereka dari gangguan dan serangan guna-guna, santet dan gangguan lain dari makhluk gaib non Ilahi seperti gaib penunggu rumah yang jahat, tempat-tempat angker dan lain-lain.
Hu pelindung diri dari Dewa Siang Tee yang ampuh hanya bisa diperoleh di klenteng dengan altar utama Dewa Siang Tee. Maka banyak tamu saya dari kota-kota yang tidak ada klenteng Dewa Siang Tee terpaksa harus menempu perjalanan jauh dan biaya mahal untuk datang ke kota-kota yang ada klenteng Dewa Siang Tee seperti Jakarta, Semarang, Welahan, Surabaya dan beberapa kota kecil lainnya.
Menurut pendapat saya, keberadaan klenteng Dewa Siang Tee sama pentingnya dengan klenteng Dewa Hok Tek Ceng Sin, Dewi Kwan Im dan Dewa Kwan Kong. Malahan saya cenderung meletakkan klenteng Dewa Siang Tee di urutan pertama. Mengapa?
Manusia hidup di alam kehidupan duniawi ini beriringan atau sejajar dengan kehidupan alam gaib yang penuh dengan bermacam makhluk gaib. Makhluk gaib ada yang baik, tapi banyak yang jahat. Dan yang jahat banyak dimanfaatkan oleh orang- orang pintar untuk tujuan yang jahat pula. Jadi di perjalanan hidup yang ditempuh manusia hampir boleh dikatakan pernah mendapat gangguan dari makhluk-makhluk gaib yang jahat. hanya kadar gangguannya yang berbeda-beda. Ada yang berat, ada yang ringan saja.
kalau gangguan nya berat, perlu adanya pelindung diri atau kekuatan gaib untuk menghadapinya.Pelindung diri berupa Hu, paku emas dan cermin cekung hanya punya kekuatan yang ampuh kalau dimintakan pengisian kekuatan dari Dewa Siang Tee yang duduk di altar utama di sebuah klenteng.
Hu pelindung dari Dewa Siang Tee ada dua macam, pelindung diri dan pelindung rumah. Hu pelindung diri ada beberapa macam, seperti pelindung diri karena ciong atau tahun ciong, pelindung diri untuk menghadiri upacara pernikahan, untuk upacara duka, untuk dirawat di rumah sakit, untuk bepergian di tempat-tempat angker atau rawan dan lain-lain.
Hu pelindung diri ini memiliki jangka waktu (life time) yang bervariasi. Umumnya Hu untuk pelidung rumah dan pelindung anak kecil atau bayi diberikan untuk jangka waktu satu tahun. Untuk pelindung diri harian antara 3-6 bulan. Untuk gangguan yang bersifat masih aktif atau datangnya terus menerus, sekitar satu bulan saja. Untuk upacara nikah dan upacara duka hanya 7-10 hari saja. Semua jangka waktu Hu ini bisa diberikan lain atau berbeda sesuai kondisi yang ada.
Hu pelindung bisa habis kekuatannya sebelum jangka waktu Hu habis. Hal ini tidak banyak yang mengetahui. Misalnya Hu dengan Jangka waktu bulan bisa habis kekuatan pelindungnya hanya waktu satu bulan atau kurang. Kalau serangan gangguan gencar. Hu harus bekerja keras untuk memberikan perlindungan. Maka kekuatannya bisa habis sebelum jangka waktunya. Hu berasal dari altar Ilahi bukan berisi makhluk halus atau malaikat, tapi berisi aura Ilahi. Aura Ilahi ini akan cepat habis bila harus bekerja keras memberikan perlindungan. Seperti accu atau batere akan cepat habis kalau dipakai terus menerus atau sering digunakan.
Pernah ada kasus dimana 3 buah Hu pelindung diri dari 3 dewa yang dimiliki tamu saya, hari ini saya periksa dalam kondisi penuh. Setelah dia mengalami serangan gencar dari gangguan santet yang dikirim, 2 hari kemudian Hu-nya saya periksa , kekuatan dari 3 Hu tersebut masing-masing tinggal 50%. Satu minggu kemudian kekuatannya tinggal 20%.Maka saya anjurkan untuk segera meminta Hu baru lagi.
Yang tidak banyak diketahui orang bukan cuma Hu yang habis kekuatannya sebelum jangka waktunya habis. Hu yang kosong atau Hu yang tidak dapat diisi kekuatan oleh para dewa dan roh suci juga banyak. Ini disebabkan Hu-nya tidak memenuhi syarat, mubasir atau sudah rusak karena cap untuk membuat Hu sudah tua dan rusak.
Hu yang tidak memenuhi syarat dan mubasir ini banyak saya temukan dialtar klenteng para dewa, termasuk klenteng-klenteng besar yang telah punya nama besar. Hu-nya kosong karena dewa di altar tidak dapat mengisi Hu yang tidak memenuhi syarat. Yang di rugikan adalah para umat yang sembahyang meminta Hu pelindung diri, sakitnya tidak kunjung sembuh.
Saya hanya bisa prihatin melihat masalah ini, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Informasi yang pernah saya coba beritahukan kepada para petugas atau para pengurus klenteng, dan juga menyumbang kertas Hu yang benar, tidak ditanggapi, malah dibuang begitu saja.Dengan alasan di klenteng itu sudah ada Hu sendiri yang sudah puluhan tahun atau ratusan tahun digunakan, tidak perlu dimbah atau diperbaiki.
Sayangnya mereka tidak mau menanyakan hal ini kepada dewa di altar utama. Jadi menerima pem-beritahuan orang tidak mau, menanyakan kepada dewa di altar juga tidak mau. Sekali salah ratusan tahun yang lalu, dibawa sampai ratusan tahun yang akan datang. Tragis sekali.
Saya pernah menulis di buku saya, bahwa saya tidak tertarik untuk mengurus pengurus klenteng untuk memperbaiki kondisi ritual spiritualnya. Saya hanya mau mengurus para umat yang sembahyang ke klenteng agar berhasil mendapatkan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya, terutama mereka yang ikut dalam kelompok spiritual universal ini.
Untuk itu saya memohon petunjuk dan nesehat para dewa yang duduk di klenteng Tri-Dharma. Terutama dari 4 dewa yang duduk diklenteng Dewi Kwan Im di Banten, klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee di Welahan, klenteng Dewa Kwan Kong di Tuban dan klenteng Dewa Hok Tek Ceng Sin di Plered- Cirebon.
Saya memohon petunjuk mengenai Hu yang memenuhi syarat dan dapat diisi kekuatan oleh para 4 dewa, dan saya mendapat ijin untuk membuat Hu dan 4 dewa di atas.Hu saya buat berdasarkan bimbingan, petunjuk, bahkan didikte oleh para dewa yang bersangkutan.
Empat buah Hu pelindung yang telah saya buat, saya berikan kepada kelompok spiritual universal yang membutuhkan Hu pelindung diri. Nanti mereka sendirilah yang harus memintakan pengisian di altar dewa-dewa yang bersangkutan.
Kasus berikut ini benar-benar terjadi. Arif dan istrinya adalah kelompok spiritual universal yang telah memiliki Hu yang saya buat atas petunjuk para dewa. Di dalam tas istri Arif selalu ada Hu ini. Suatu hari Arif bersama istri berada di Singapore dan membutuhkan Hu pelindung diri untuk menghadiri upacara pemikahan dimana istri Arif sedang ciong. Arif dan istri bersembahyang di salah satu klenteng di Singapore untuk meminta Hu pelindung diri dengan menggunakan Hu yang dibawa sendiri. Sembahyang dan berdoa memohon pengisian kekuatan pelindung diri pada Hu yang dibawanya. Dengan sarana pak pwee, beberapa kali bertanya apakah Hu-nya sudah diisi, tidak mendapat jawaban "ya". Maka dia memberitahu Arif bahwa Hu-nya tidak diisi. Arif meminta istrinya untuk kembali di altar dan memberitahu kepada dewa di altar bahwa Hu yang dimintakan isi ini sudah disetujui oleh para dewa di langit melalui Herman Utomo di Jakarta, mohon dapat diperiksa. Menunggu sekitar 10 menit, istri Arif kembali ke altar dan melalui pak pwee bertanya apakah sekarang Hu-ya sudah dapat diisi.Jawabannya "ya".
Hu pelindung diri untuk menghadiri upacara biasanya hanya berjangka waktu 7-10 hari. Hu ini diisi untuk jangka waktu 30 hari. Sehingga waktu Arif dan istrinya datang ke rumah saya menunjukkan Hu tersebut, saya masih dapat mengetahui keberadaan kekuatan yang ada di dalam Hu tersebut.
Empat macam Hu dari 4 dewa yang telah saya buat, oleh anggota kelompok spiritual universal telah dimintakan pengisian di berbagai kota dan mendapat sambutan baik dari para dewa yang duduk di altar klenteng kota-kota tersebut. Artinya Hu yang saya buat telah dapat diberi pengisian kekuatan oleh dewa di altar.
Kalau anda mendapat kesulitan memohon pengisian kekuatan pada Hu yang anda bawa di suatu kota, maka anda perlu melakukan prosedur seperti , yang dilakukan oleh Arif dan istrinya di klenteng Singapore. Saya hanya membuat Hu untuk 4 dewa saja, dan 4 macam Hu ini dapat digunakan dan dimintakan pengisian di semua klenteng dengan altar utama dewa yang bersangkutan.Dengan syarat bahwa klenteng yang anda datangi masih bersih dan Ilahi serta membawa persembahan yang baik dan benar.
Klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee penting dan sangat di-butuhkan oleh banyak orang yang percaya. Maka kalau ada sekelompok warga atau masyarakat yang memiliki minat untuk ramai-ramai gotong-royong mendirikan klenteng Dewa Hian Thian Siang Tee, saya bersedia membantu ritual inisiasi. Pengisian rupang atau patungnya, dengan syarat spiritual yang sederhana, yaitu mendapat persetujuan dari Dewa Hian Thian Siang Tee di klenteng Welahan, Kudus. Dan para pembina dan pengurus klenteng yang akan didirikan setuju saya membantu ritual inisiasi rupang utama. Semoga informasi ini ada manfaatnya.
2. Petunjuk Syair Ciam Sie.
Umat klenteng yang memohon petunjuk atau nasehat kepada dewa di altar dapat dilakukan melalui sarana ciam sie yang berupa syair. Maka mereka perlu memahami makna isi syair tersebut.Untuk ini ada buku ciam sie yang berisi keterangan dan penjelasannya.
Untuk pelaku spiritual Ilahi, sarana ciam sie dengan syairnya ini juga dapat dipakai untuk me -mohon nasehat dan petunjuk mengenai perjalanan laku spiritualnya. Tentu saja ini hanya bagi mereka yang belum mampu berkomunikasi secara dua arah dengan dewa di altar.
Banyak orang merasa kesulitan untuk meng-artikan isi syair yang diterima. Bagi pelaku spiritual, buku penjelasan ciam sie kurang dapat menolong, sebab penjelasan yang berhubungan dengan spiritual tidak ada Semua hanya berisi urusan kehidupan duniawi. Seperti penjelasan untuk urusan nasib dan keberuntungan, penyakit dan kesehatan, barang hilang, pekerjaan dan lain-lain.
Jangan khawatir, isi syair yang ada di dalam ciam sie itu tetap dapat dipakai oleh dewa di altar untuk memberikan petunjuk dan nasehat kepada pelaku spiritual. Hanya anda perlu tahu caranya.
Contoh kasus di bawah ini saya pakai untuk menjelaskan caranya.
Jono dan istrinya sudah hampir 10 tahun menjalani laku spiritualnya melalui temannya sudah "mampu" komunikasi dengan dewa di altar dewa yang menjadi guru roh mereka berdua.
Saya menasehati mereka untuk belajar bertanya di altar, yaitu mengenai evaluasi laku spiritualnya, mengenai memohon nasehat dan petunjuk dari dewa di altar atau guru roh. Nasehat saya ini bertujuan supaya mereka tidak mengandalkan teman dan mengurangi kesalahan yang bisa terjadi pada petunjuk dan nasehat yang diterima oleh temannya yang telah mampu berkomunikasi tadi. Toh dia dan istrinya telah berada di "rumah guru".Jadi lebih baik tanya langsung melalui sarana ciam sie yang tersedia di altar.
Mengikuti saran saya, Jono meminta nasehat mengenai hasil laku spiritual yang telah dia tempuh hampir 10 tahun ini. Caranya:
l. Sembahyang bawa persembahan lengkap.
2. Memohon kemurahan hati dan belas kasih dan dewa atau guru di altar untuk diijinkan memohon nasehat dan petunjuk mengenai hasil laku spiritual yang selama ini telah dilakukan. Kalau diijinkan (melalui pak pwee) teruskan langkah 3. Kalau tidak, boleh diulang 2 kali. Kalau tetap tidak, maka perlu stop. Lain waktu tanyakan lagi.
3. Memohon supaya petunjuk dan nasehat dari dari dewa atau guru diberikan melalui nomor syair ciam sie.Lalu mengocok nomor ciam sie sampai keluar satu batang. Baca nomornya.
4. Letakkan batang bernomor tersebut di atas meja altar atau dekat tempat tancap hio atau hiolo. Lalu tanyakan melalui pak pwee apakah petunjuk dan nasehat yang diberikan dewa atau guru benar pada syair ciam sie nomor 18 (misalnya).Kalau tidak, ulangi mengocok lagi. Kalau ya tapi khawatir salah, bisa tanya melalui pak pwee sekali lagi untuk meyakinkan. Kalau ya, lanjut langkah 5.
5. Baca baik-baik kalimat yang ada di syair ciam sie, baris demi baris dan usahakan untuk di-mengerti.Setelah mengerti arti kalimat tiap baris, tanyakan apakah petunjuk dan nasehatnya ada di kalimat baris pertama. Kalau ya, tanyakan lagi apakah juga pada kalimat kedua dan seterusnya. Kalau tidak,tanyakan apakah ada di baris kedua dan seterusnya.
6. Tandai baris kalimat mana saja yang merupakan jawaban, lalu tanyakan lagi, apakah benar jawaban-nya ada di baris kalimat-kalimat itu.
Contoh l. Misalnya Jono mendapat nomor 11 syair ciam sie yang tertulis sebagai berikut:
Angin dan awan membuat hujan turun besar- besaran.
Selama bencana alam, pasti terbit kecelakaan.
Dasar kehendak takdir, sulit adanya keakuran.
Lebih lagi kalau sebelah kaki keluar dari bilangan.
Petunjuk dari dewa atau guru di altar untuk laku spiritual Jono ada di kalimat ke-2 dan ke-3. Jadi Jono perlu hati-hati, perlu memperbaiki diri dan pemahaman spiritualnya. Arti akhirnya, laku spiritual yang di- jalani Jono tidak berhasil.
Contoh 2. Misalnya Jono mendapat nomor 18 syair ciam sie yang tertulis seperti di bawah ini:
Bunga mekar sekarang sudah menjadi buah.
Berharta mulia dan agung sampai hari tua.
Budiman dan manusia hina saling bersua.
Toh berlaksa urusan baik adanya. Berduka tak usah.
Jawaban, petunjuk dan nasehat laku spiritual Jono selama hampir 10 tahun ada di kalimat baris pertama dan kedua.
Bunga sudah menjadi buah adalah keberhasilan. Jadi keberhasilan ini perlu dijaga dengan ketat. Jangan sampai buahnya gugur sebelum masak. Kalau dapat mempertahankan laku spiritual seperti sekarang ini, maka keberhasilan ini akan dinikmati sampai hari tua. Bahkan sampai ke alam arwah atau roh dalam perjalanan pulang "ke atas".
Cara memohon petunjuk dan nasehat kepada para dewa di altar seperti ini dapat digunakan untuk keperluan kasus-kasus yang lain. Tinggal mengganti permohonan atau pertanyaan saja. Anda perlu mencoba dan belajar. Kalau pada awalnya membuat kesalahan atau mendapat jawaban atau petunjuk yang salah, itu wajar. Dalam taraf belajar pasti disertai kesalahan. Jadi jangan mundur hanya karena pernah salah atau gagal. Dari pengalaman saya membaca syair ciam sie dari berbagai altar dewa, syair ciam sie dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dari aslinya bahasa mandarin. Jadi kalau anda menemukan kata dan kalimat yang berlainan dalam syair ciam sie, itu hanya disebabkan penterjemahnya saja. Ada yang diterjemahkan kata demi kata, ada pula yang diter-jemahkan secara bebas. Bahkan ada yang diterjemah- kan dengan mengambil isi maknanya saja. Sebenar- nya di dalam bahasa mandarin aslinya, semua syair ciam sie berasal dari syair yang sama. Yang membuat beda adalah cara menterjemahkan.
Ada kasus lucu mengenai syair ciam sie ini.
Aming setelah terampil minta petunjuk dari para dewa, setiap kali sembahyang di klenteng selalu minta ciam sie. Suatu hari dia minta syair ciam sie di suatu klenteng yang cukup terkenal. Mengikuti cara yang pernah saya beritahukan, seperti yang telah saya tulis tadi, dia bingung sebab tidak mengerti apa arti tulisan dalam bahasa Indonesia yang ada di kertas ciam sie.
Melalui telpon dia memberitahu saya bahwa dia tidak dapat mengerti arti kata-kata yang ada di dalam syair ciam sie nomor 13 yang ada di sebuah klenteng.
Sudah dibaca berkali-kali dengan teliti tetap bingung tidak mengerti. Saya sedikit ngomel juga, masa iya kata" dan kalimat dalam bahasa Indonesia tetapi dia sama sekali tidak mengerti.
Saya minta Aming membacakan isi syair ciam sie nomor 13 itu. Setelah mendengar kata-kata yang tertulis, saya juga jadi bingung sendiri. Sebab kata dan kalimat bahasa Indonesia yang dipakai menterjemahkan adalah bahasa Indonesia jaman Belanda atau jaman VOC dan digabung bahasa Jawa.
Kalau tidak salah ingat, salah satu kalimatnya berbunyi, "Melakukan perjalanan di air agung, semua urusan jadi bubrah." Pantas Aming yang lulusan Amerika jadi bingung dan tidak mengerti. Sebab yang dimaksud air agung adalah air yang sedang penuh atau tinggi, air sungainya sedang tinggi. Dan urusan jadi bubrah artinya urusan jadi berantakan. Agung dan bubrah adalah bahasa Jawa.
Sayangnya kebanyakan pengurus dan petugas klenteng kalau kami tawarkan sumbangan untuk memperbaiki kertas ciam sie maupun kertas Hu, tidak ada yang mau. Umumnya mereka berpegang bahwa semua yang ada itu sudah dari dulunya begitu, tidak boleh atau tidak usah diubah-ubah, biarkan tetap seperti dulu. Itulah yang saya katakan, 100 tahun yang akan datang masih dipertahankan. Padahal kalau saja mereka mau, mereka dapat bertanya kepada para dewa yang duduk di altar utama apakah informasi yang mereka terima benar atau tidak dengan memakai sarana pak pwee. Bertanyapun mereka tidak mau, pilih seperti dulu saja. Mau jadi apa nantinya.
3. Rupang Dewa di Altar.
Rupang bukan dewa. Rupang atau patung para dewa dan roh suci yang diletakkan di altar sembahyang,baik di klenteng, vihara maupun altar rumahan akan menimbulkan aura sakral. Aura sakral ini bisa berasal dari para dewa dan roh suci, bisa juga dari para makhluk non Ilahi, juga bisa muncul dari perasaan sendiri.
Aura sakral ini membuat orang jadi takut menyentuh rupang tersebut. Bahkan memandang lama pun tidak berani. Jadi beberapa tamu saya yang minta diperiksa altar sembahyang di rumahnya dan saya minta agar rupang yang ada di Rumah dibawa ke tempat saya, mereka jadi bengong dan khawatir atau takut.Bayangkan, menyentuh dan memandang lama saja tidak berani. Sekarang saya minta agar rupangnya diturunkan dari altar, dibungkus koran tebal dan dimasukkan ke kardus. Tidak perlu dibungkus dengan kain merah dan lain-lain. Lalu dengan mobil atau motor dibawa ke rumah saya.
Dari pengalaman saya, mereka yang berani melakukan kurang dari 50%. Apalagi kalau altar dan rupangnya sudah dipuja puluhan tahun atau altar warisan. Mereka ada yang saya jelaskan, juga ada yang tidak saya beri penjelasan.
Inilah penjelasan saya.
Dulu, lebih dari 40 tahun yang lalu, saya juga seperti mereka yang takut terhadap rupang di altar sembahyang," memandang lama pun tidak berani.Setelah saya dan istri menjalani laku spiritual secara intensif dibawah bimbingan guru roh, setahap demi setahap mulai menambah pengalaman dan tahu.
Saya dan istri mulai dapat melihat bahwa rupang di altar sembahyang rumah saya, waktu para guru roh belum hadir, saya lihat rupang-rupang itu gaibnya adalah kursi. Dengan indra mata terlihat rupang dewa, dengan mata batin terlihat kursi. Waktu para dewa atau para guru roh hadir, lalu duduk di "kursi" itu. Jadi mpang atau patung dewa bukan dewa.Patung dewa adalah patung, bukan dewanya sendiri. "Kursi" gaib yang saya lihat ini bentuknya dapat berubah sesuai dengan tingkat spiritual yang telah saya capai. Seperti pada pendidikan di sokolah, kalau sudah naik dari SD ke SMP, maka gurunya juga diganti dari guru SD ke guru SMP. Guru SMP memiliki tingkat yang lebih tinggi.
Jadi "kursi" gaib yang saya lihat juga berubah,terutama pada sandaran belakangnya. Yang dulunya masih rendah menjadi punya sandaran punggung yang lebih tinggi, sesuai dengan "pangkat langit" yang lebih tinggi. Seperti tadi, guru SMP lebih tinggi pangkatnya dari guru SD. Jadi sekali lagi, patung bukanlah dewa, dan dewa bukan patung itu.
Hal ini saya jelaskan bukan berarti saya mengajari anda untuk tidak menghormati rupang atau patung dewa di altar. Tidak! Saya hanya mau anda memiliki paham yang benar.
Yang perlu anda ketahui lagi adalah para dewa tidak 24 jam duduk di rupang altar rumah anda. Para dewa yang menjadi guru anda hanya hadir pada saat anda berdoa dan menerima bimbingan. Setelah selesai langsung kembali naik "ke atas". Altar hanya dijaga oleh dewa kecil penjaga altar.
Pada hari Toa Pek Kong naik, semua altar dewa yang ada di klenteng dan rumahan akan kosong. Semua dewa yang bertugas di bumi untuk membantu dan menolong manusia "naik ke langit". Pada waktu itu selama 10 hari para dewa naik ini, digunakan para pengurus dan petugas klenteng untuk "memandikan" rupang atau patung. Semua patung diturunkan dan dicuci dengan air kembang. Altar-altar yang besar dengan patungnya yang besar dipanjat orang untuk dibersihkan. Mereka koq berani?
Sebab patung atau rupangnya memang sedang kosong, "kursi"nya sedang kosong.
rupang atau patung dewa yang sudah lama dialtarkan, yang sudah memiliki aura Ilahi kuat, aura ini tidak ikut "naik ke langit" pada saat para dewa atau Toa Pek Kong naik. Jadi perlu hati-hati dan jangan bertindak sembarangan yang melecehkan. Sebab dewa kecil penjaga altarnya tidak ikut naik. Dan dia dapat melaporkan siapa-siapa yang bertindak melecehkan dan kurang ajar.
rupang Yin bikin kotor altar. Sering saya jumpai di banyak altar klenteng, altar utamanya berjejer 3-5 rupang atau patung dari dewa yang sama, misalnya patung dari Dewa Kwan Kong. Secara logika manusia saja bisa diketahui bahwa dengan adanya 3-5 patung dewa yang sama, tidak mungkin setiap patung ada "isi"nya. Tidak mungkin di satu altar ada 5 Dewa Kwan Kong duduk di situ. Jadi berapapun jumlah patung dewa yang sama dibariskan di altar utama.
yang ada "isi"nya pasti hanya satu saja. Patung yang lain hanya pajangan saja. Agar tidak mengurangi kesakralan altar, jangan membuat altar seperti altar pajangan atau meja pajangan di suatu pameran.
Saya sudah melihat beberapa klenteng menyediakan tempat atau ruang khusus untuk menampung patung-patung pemberian dari umat yang menutup altar rumahannya. Patung-patung seperti ini jangan diletakkan di altar sembahyang, sebab banyak patung seperti ini sudah tercemar oleh makhluk non Ilahi maupun yang telah terinduksi atau tertempel unsur Yin. Atau patungnya memang sudah dibuat dari bahan Yin (negatif). Patung yang telah tercemar non Ilahi atau Yin hanya akan mengotori altar.
Altar sembahyang perlu dijaga kesakralannya dengan mengatur secara baik dan benar. Jangan dikotori dengan barang-barang dan patung Yin, dan juga oleh patung Yin dari umat yang menyerahkan atau memberikan patung. Sebaiknya jangan menerima sumbangan patung atau mpang dewa untuk dialtar-kan. Memilih rupang dewa untuk altar utama perlu mengikuti beberapa syarat, tidak boleh sembarangan.
Saya pernah melihat altar utama sebuah klenteng kosong. Sang dewa tidak duduk di altar utama. melainkan duduk di sebuah lukisan yang dipasang di dinding samping altar. Waktu saya tanya mengapa tidak duduk di altar, sang dewa menjawab bahwa altar utamanya kotor.
Jubah rupang. Banyak rupang di altar klenteng diberi jubah. Kadang sampai berlapis-lapis karena banyaknya yang menyumbang jubah. Apakah jubah untuk rupang ini memang diperlukan?
Saya pernah menanyakan hal ini kepada para dewa di altar. Hampir semuanya memberitahu bahwa jubah untuk rupang dewa tidak diperlukan, tapi tidak dilarang.
Saya tanya lagi, apakah penyumbang jubah akan menerima berkah dari dewa yang bersangkutan?
Jawabannya adalah tidak. Sebab memang jubah itu tidak diperlukan. Menyumbang yang tidak diperlukan tidak ada berkahnya..Saya setuju dengan pendapat para dewa di altar. Tidak dibutuhkan tapi tidak dilarang dan tidak ada berkahnya. Jubah yang dipasang pada rupang dewa tidak terwujud di alam gaib. Artinya jubah itu tidak dapat masuk ke alam gaib. Beda dengan rupang dewa yang gaibnya bisa masuk ke alam gaib berwujud sebuah kursi dewa.
Jubah rupang hanya terlihat indah dan mewah di mata manusia. Kalau dipasang berlebihan sampai berlapis hampir menutup seluruh bentuk rupang,malahan merusak keindahan seni patung yang ada. Seperti kursi dengan seni ukir yang tinggi ditutup dengan sarung kursi. Nilai seni ukir yang tinggi jadi hilang.Menurut pendapat saya, rupang dewa lebih indah dan sakral kalau tidak memakai jubah.
4. Berburu Kupang Dewa Hok Tek Ceng Sin di Taiwan.
Pertama kali saya sekeluarga datang sembahyang di klenteng ini pada tahun 1987 bersama rombongan umat klenteng rumahan di Jakarta yang dipimpin oleh seorang medium atau Lok Tung.
Saya sekeluarga berangkat ke Cirebon pada pagi hari. Rombongan ini berangkat di malam hari sekitar jam 24.00, yaitu setelah selesai upacara ulang tahun Dewa Hok Tek Ceng Sin.
Saya perkirakan rombongan ini sampai di Plered jam 5 pagi, jadi saya ajak keluarga saya berangkat dari hotel menuju klenteng Plered jam 6.00. Sesampai di klenteng, saya lihat dari pintu depan suasana di dalam klenteng sept sama sekali, tidak ada tanda- tanda mau ada upacara hari ulang tahun Dewa Hok Tek Ceng Sin. Menurut penjaga yang ada di situ, rombongan dari Jakarta sudah sampai, mereka sekarang sedang keluar mencari makan sarapan.
Sambil menunggu rombongan datang, saya ajak keluarga saya masuk ke ruang klenteng yang kecil, kumuh. Halamannya masih banyak semak-semak tidak teratur, tidak ada tempat bakar kertas dan lain-lain. Hati saya menjelos, klenteng apa ini.Saat itu juga saya dan istri hampir berbarengan merasakan kehadiran begitu banyak dewa di tempat itu. Suasana di alam gaib waktu itu ramai sekali.
Hari itu adalah HUT Dewa Hok Tek Ceng Sin. Hari itu ada begitu banyak dewa hadir, di situ ada pertemuan gaib para dewa.
Setelah rombongan datang, semua mulai kerja bakti melakukan pembersihan mangan klenteng, meja altar, pintu, lantai di pel dan lain-lain. Saya sekeluarga juga ikut, termasuk anak-anak saya yang masih duduk di kelas SD.
Setelah selesai pembersihan total, sembahyang HUT kongco dimulai. Banyak persembahan dihatur- kan, lilin-lilin besar dipasang. Suasana berubah menjadi meriah dan anggun.
Menurut saya, rombongan umat klenteng rumahan yang dipimpin oleh medium atau Lok Tung di Jakarta inilah yang secara bertahap melakukan perbaikan di klenteng yang kecil dan kumuh ini.
Di tahun-tahun selanjutnya, di waktu saya melakukan perjalanan ibadah keliling dari vihara ke vihara, klenteng Hok Keng Tong Plered adalah salah satu tujuan sembahyang saya dan istri.
Kegiatan perbaikan yang dilakukan rombongan dari Jakarta cukup banyak dan kelihatannya mereka sudah mulai mengurangi kegiatannya. Maka saya mengajak teman-teman dari kelompok spiritual universal Jakarta untuk menghimpun dana melanjutkan perbaikan-perbaikan yang lebih besar. Seperti memperbaiki atap gedung dan teras yang sudah miring dan bocor. Memperbaiki lantai dan mengganti meja-meja altar yang sudah keropos dan lapuk. Mengecat gedung dan genteng dan lain-lain.
Giliran memperbaiki ruang altar Sang Budha, diketahui bahwa selumh rangka atasnya sudah keropos, harus dibongkar total untuk ganti rangka atap. Juga perlu memperbaiki dinding-dindingnya.Karena pekerjaan ini cukup besar dan dapat dilihat dari luar, maka saya minta untuk disiapkan ijin IMB-nya. Jangan sampai nanti setengah jalan ada masalah sehingga di-stop.
Waktu mau mengurus IMB inilah diketahui bahwa semua surat-surat klenteng ini sudah kadaluarsa dan mati atau hilang. Termasuk surat tanah, yayasan dan lain-lain.
b. Renovasi dan Pembangunan.
Karena semua surat-surat perlu dibuat baru termasuk IMB-nya, maka sebagai proyek tahap pertama direncanakan untuk melakukan renovasi besar dengan melakukan pembangunan gedung baru berlantai dua sebagai gedung penyangga atau fasilitas umum.
Dibentuk panitia pembangunan klenteng Hok Keng Tong Plered dan dibentuk kelompok pengumpul dana renovasi. Tidak mudah mencari sponsor dana renovasi untuk sebuah klenteng kecil di kota kecil dan belum punya nama. Maka saya memberanikan diri untuk memohon ijin dari para guru roh saya dan istri.Apakah saya dan istri diijinkan membuka sebagian rahasia gaib Dewa Hok Tek Ceng Sinduduk di altar Klenteng Plered untuk membantu mencarikan sponsor dana renovasi. Saya dan istri mendapat ijin dari para gum roh dan beberapa dewa dari langit juga memberikan dukungan.
Maka sedikit demi sedikit saya dan istri mulai membuka rahasia gaib dari Dewa Hok Tek Ceng Sin yang duduk di altar klenteng Plered.
Pertama, saya beritahukan bahwa di klenteng kecil yang belum banyak dikenal itu setiap tahun ada pertemuan gaib para dewa. Sangat banyak dewa yang hadir pada saat itu. Datanglah dan sembahyang ke sana untuk memohon berkah, jangan lupa bawa persembahan. Berkahnya besar sekali.
Kedua, Dewa Hok Tek Geng Sin adalah dewa yang pegang wewenang dalam mengatur dan memberi rejeki manusia, bukan Dewa Bumi Du Tie Kung.
Ketiga, dewa rejeki yang duduk di altar klenteng Plered atau Hok Keng Tong memiliki gelar Fu Dhe Ming Wang (Mandarin), gelar untuk ketua dari seluruh kelompok Dewa Rejeki Hok Tek Ceng Sin yang ada di Jawa khususnya dan di seluruh Indonesia umumnya.Kedudukan-nya setara dengan Dewi Kwan Im di Klenteng Banten, Dewa Hian Thian Siang Tee di Klenteng Welahan dan Dewa Kwan Kong di Klenteng Tuban.
Keempat, Dewa Fu Dhe Min Wang di Klenteng Plered sedang membutuhkan dana sumbangan dari manusia untuk merenovasi dan membangun tempat ibadahnya supaya menjadi tempat ibadah yang layak sesuai dengan kedudukannya sebagai Fu Dhe Min Wang, ketua kelompok Dewa Hok Tek Geng Sin di seluruh Indonesia.
Dana sumbangan yang diberikan oleh manusia kepada dewa atau roh suci yang sedang membutuhkan memiliki nilai amal yang sangat tinggi. Dan imbalan berkah yang diberikan oleh dewa yang bersangkutan juga besar. Sangat besar dibandingkan sumbangan amal yang diberikan kepada dewa yang ada di altar klenteng yang sudah tidak begitu membutuhkan amal manusia. Sebab semuanya sudah tersedia dan sponsor sumbangan amal-nya juga sudah berjubel.
Maka kesempatan beramal dengan nilai tinggi ini jangan dilewatkan.Karena untuk bisa mendapatkan ke-sempatan dimana dewa sangat membutuhkan bantuan manusia untuk rumah ibadahnya seperti di Klenteng Plered ini tidak mudah, tidak setiap saat bisa anda dapatkan.
Saya tidak mengobral promosi, saya juga tidak meminta anda begitu saja percaya apa yang saya jelaskan. Anda boleh coba untuk bertanya kepada para dewa yang ada di altar klenteng dimana saja asal altarnya masih bersih dan Ilahi. Terutama bertanya kepada para dewa yang duduk di altar Klenteng Banten, Welahan dan Tuban. Sebab semuanya memiliki kedudukan yang setara.
c. Renovasi Gedung Altar Utama.
Renovasi tahap pertama telah berhasil diselesaikan pada Juli 2013. Yaitu membangun gedung 2 lantai untuk fasilitas umum dan sarana tempat tinggal petugas klenteng, kantor, ruang belajar, ruang doa dan lain-lain.
Renovasi tahap kedua adalah membangun gedung untuk altar utama. Awalnya hanya akan menaikkan bangunan gedung altar sembahyang untuk mempertahankan nilai ke-antik-an kunonya. Waktu ditanyakan ke Kongco atau dewa di altar, Kongco minta bangunan gedung dibangun baru, bukan dinaikkan untuk mempertahankan nilai aslinya. Juga semua kayu besar yang ada tidak boleh dipakai lagi.
Mengikuti permintaan dan petunjuk Kongco, diputuskan untuk membangun baru gedung altar utama. Ternyata setelah pekerjaan dimulai dengan membongkar bangunan lama, semua kayu-kayu besar penyangga atap dan lain-lain sudah keropos dan lapuk. Tidak ada satupun yang utuh yang dapat dipakai lagi. Permintaan dan petunjuk Kongco sangat tepat, tidak ada yang dapat dipakai lagi.
Perencanaan bangunan baru tetap mempertahankan beberapa ciri khas lamanya. Seperti jumlah pintu, tiang dan lain-lain. Karena mang altar dan ruang sembahyang diperluas dan atapnya ditinggikan, maka Rupang Kongco perlu dipesan dengan ukuran yang sesuai.
Petunjuk Kongco rupang dibuat dari kayu dan dipesan di Taiwan, bukan di Tiongkok. Kayunya perlu diperiksa dulu, jangan sampai ada unsur Yin.
Sebenarnya saya tidak ingin ikut rombongan panitia pembangunan ke Taiwan. Sebab Kongco Plered sudah memberitahu saya bahwa Kongco akan mendampingi rombongan ke Taiwan untuk mencari memesan rupang. Saya hanya akan menjadi untuk menyampaikan petunjuk dan perintah Kongco kepada kepala rombongan sudah ada di Taiwan.Jakarta dan Taiwan hanya beda waktu 1 jam saja. Komunikasi melalui BBM untuk menyampaikan semua petunjuk dan perintah Kongco, termasuk pengiriman foto-foto kalau diperlukan.
Saya pernah dua kali mengajukan permohonan untuk memakai dana pembangunan renovasi klenteng untuk membiayai beberapa orang dari pengurus dan pembina klenteng ikut ke Taiwan menyaksikan transaksi dan pemesanan rupang. Hitung-hitung sebagai sedikit tip untuk mereka yang sudah banyak menyumbang tenaga, pikiran dan waktu untuk kepentingan klenteng. Tapi Kongco tetap tidak setuju uang sumbangan pembangunan klenteng dipakai untuk perjalanan ke Taiwan. Kongco mengatakan,
"Semua orang yang terlibat dalam pembangunan dan renovasi klenteng, termasuk semua sponsor penyandang dana, Kongco sudah memberikan berkah keberuntungan. Kecuali mereka yang sudah mengambil sendiri rejeki dari Kongco, maka Kongco tidak memberikan rejeki lagi pada mereka. Sebab Kongco tidak memberikan berkah secara double.'
Maka ditentukan bahwa siapa yang mau ikut rombongan ke Taiwan harus dengan biaya sendiri. Dan saya diperintahkan oleh Kongco dan guru saya ikut dalam rombongan ini agar dapat memperlancar jalannya mencari dan memesan rupang Kongco dan hiolou untuk altar utama Sebab semua spesifik ukuran dan bentuk diberikan oleh Kongco secara detail di tempat pemesanan melalui komunikasi dengan saya.
d. Berangkat ke Taiwan.
Setelah panitia rombongan ke Taiwan terbentuk dan jadwal perjalanan dibuat, banyak peminat dari kelompok "hijau-the green" yang mau ikut ke Taiwan.
Karena tujuan rombongan ini bukan untuk beribadah sembahyang, tapi mencari dan memesan rupang, agar tidak terganggu oleh banyaknya pengikut, maka peserta dibatasi satu bus kecil saja.
Pada pertengahan bulan Oktober 2014 rombongan berangkat ke Taiwan. Beberapa kesulitan mulai muncul. Di suatu perusahaan distributor besar patung dan perlengkapan sembahyang, saya tidak dapat memilih dan memeriksa kayunya. Hanya diberitahu jenis kayunya, sebab patung-patung mereka dipesan dan diimpor dari Tiongkok.
Pada sebuah perusahaan pembuat patung yang cukup terkenal, karena yang ikut turun dari bus dan masuk ke showroom-nya begitu banyak orang dari Indonesia, harga yang dipasang jadi selangit.
Pada hari ke-4 di daerah Tainan, rombongan menuju sebuah perusahaan home industri pembuat patung-patung dan perlengkapan sembahyang. Ditempat ini secara kebetulan atau memang sudah disediakan oleh Kongco, ada satu balok kayu yang tepat seperti yang dibutuhkan untuk rupang Kongco. Sekitar 140x70x60cm dengan unsur "Yang" (Positif) yang tinggi.
Setelah spesifikasi rupang Kongco saya sampaikan semua, maka giliran tim negosiasi yang bekerja sampai terjadi transaksi. Dan orang-orang dalam rombongan baru merasa lega, tugas berhasil dilaksanakan. Waktu luang yang ada dan sisa satu hari dipakai oleh rombongan untuk wisata dan sempat sembahyang di klenteng Dewa Siang Tee di Tainan yang memiliki tingkat altar dewa setara dengan altar dewa di Welahan, Kudus.
Di Taipei sempat berkunjung di klenteng Dewa Kwan Kong yang lain dari yang lain. Di klenteng ini tidak ada hio dan lilin, bahkan persembahan pun tidak boleh. Kotak dana sumbangan pun tidak disediakan. Pengunjung tidak dipungut bayaran apa-apa, tanpa keluar biaya apa-apa. Kelihatannya semua peraturan ini baik-baik saja. Secara manusiawi dan duniawi memang baik-baik saja. Tapi secara spiritual per-aturan ini merugikan umat yang datang sembahyang untuk memohon sesuatu dari dewa di altar. Juga untuk jangka waktu yang panjang klenteng ini akan ditinggalkan oleh para dewa. Mengapa?
Karena klenteng ini nantinya hanya akan menjadi tempat tujuan wisata, bukan tempat ibadah sembahyang. Seperti yang saya lihat di gereja-gereja kuno di Roma. Hampir semuanya telah menjadi tempat tujuan wisata dan tidak ada roh suci yang "duduk" di altar altar gereja tersebut.
Klenteng besar Dewa Kwan Kong di Taipei ini pasti membutuhkan biaya besar untuk operasi harian dan tahunan. Sedangkan klenteng tidak membutuhkan sumbangan dari umat yang datang sembahyang. Jadi pasti ada sponsor-sponsor besar yang mendanai klenteng ini. Tujuannya baik, untuk mendapatkan berkah besar dari Kongco sebab sudah rela menanggung biaya operasi klenteng ini yang cukup besar.
Tapi mereka tidak tahu bahwa ini merugikan umat lain. Sebab kesempatan umat lain untuk beramal sudah mereka tutup. Sehingga dewa di altar pun menjadi terhambat dalam menolong manusia yang sembahyang memohon pertolongan kepada Kongco, karena Kongco menjadi tidak leluasa mengabulkan permohonan umat gara-gara tidak ada persembahan. Berarti tidak ada keseimbangan. "Yang mau menerima perlu mau memberi." Umat tidak boleh memberikan persembahan kepada Kongco. Semua persembahan sudah diborong oleh para sponsor- sponsor besar.
Semoga cara dan aturan seperti ini tidak ditiru atau dicontoh oleh klenteng-klenteng yang ada di Indonesia.
Inilah dialog singkat saya dengan Kongco yang duduk di altar klenteng ini. Sekitar 5 tahun yang lalu saya penah berkunjung di klenteng ini, hio dan lilin serta persembahan masih boleh dan ada banyak. Kali ini saya datang lagi, sebagai tata kramanya saya maju menghadap ke altar utama untuk menghaturkan salam dan permisi untuk melihat keramaian di klenteng ini. Eh, tidak tahunya Kongco turun dari altar dan mendampingi saya melihat keliling.
Saya bilang pada Kongco supaya tidak usah mendampingi saya, sebab banyak orang yang sedang memohon berkah dan pertolongannya. Kongco bilang,"Tidak apa-apa, sudah ada asisten Kongco yang menggantikan."
Kesempatan ini saya gunakan untuk tanya. Apakah aturan tidak ada hio, lilin dan persembahan ini adalah permintaan Kongco? Jawab Kongco, "Bukan, aturan ini kehendak manusia dan aturan ini menghambat Kongco dalam menolong manusia." Jawab saya, "Ya, saya mengerti. Aturan yang dikira baik oleh manusia belum tentu sesuai kehendak para dewa. Sayangnya mereka sudah melupakan untuk mau tanya dulu pada Kongco. Kongco sebenarnya adalah bos pengurus klenteng."
"Ya, itulah manusia."
Setelah selesai keliling, saya menghaturkan salam terima kasih dan pamitan. Sekali lagi, semoga tidak ada klenteng di Indonesia yang mencontoh klenteng di atas. Secara sadar atau tidak telah melakukan perbuatan blunder, merubah tempat ibadah sembahyang menjadi tempat tujuan wisata.
terimakasih edukasinya
ReplyDelete