Pada bulan Maret 1995, di Taman Mini Indonesia Indah, saya dan istri menghadiri seminar dengan judul “Semar Siapa dan Ada Dimana”. Hadir dalam seminar ini adalah para undangan dari berbagai kalangan, seperti para sastrawan dan budayawan, para dalang wayang, para spiritualis dan paranormal serta para pemerhati metafisika.
Masing-masing golongan mengemukakan dan memberikan pendapat serta penjelasan mengenai tokoh Semar ini.
Secara garis besar dapat saya singkat seperti ini :
1. Golongan sastrawan dan budayawan mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ditemukan dalam cerita klasik Maha Bharata, dari kebudayaan Hindu di India. Di dalam naskah asli Maha Bharata di India, tokoh Semar dan punakawannya Petruk, Gareng dan Bagong ini tidak ada. Jadi tokoh Semar dalam kisah Maha Bharata versi pewayangan tanah Jawa ini adalah rekayasa manusia. Tokoh buatan manusia di Jawa.
2. Golongan dalang-wayang mengatakan bahwa tokoh Semar dan punakawannya ada di dalam pakem pewayangan wayang-purwa. Jadi tokoh Semar memang ada di pakem wayang-purwa.
3. Golongan spiritualis dan paranormal mengatakan bahwa mereka pernah bertemu dan berdialog dengan tokoh Semar ini, pernah menerima wejangan dan lain-lain dari beliau. Jadi tokoh Semar memang ada.
Suatu diskusi yang sangat menarik. Saya dan istri mengikuti dengan seksama semua versi penjelasan dan pemahaman yang mereka kemukakan. Tetapi saya dan istri mempunyai versi pemahaman sendiri.
Eyang Semar, demikian kami berdua menyebut beliau. Eyang Semar adalah salah satu dari Guru Roh saya, juga Guru Roh istri saya. Jadi kami berdua sudah sering bertemu dan menghadap beliau untuk menerima pelajaran dan bimbingan dalam laku spiritual yang kami jalani.
Suatu hari di dalam meditasi, Eyang Semar hadir memberikan pelajaran dan bimbingan spiritual kepada kami berdua. Pada kesempatan itu kami menanyakan pada beliau, Semar siapa dan ada dimana. Beliau menjawab : “Itu adalah urusan gaib, kalian tidak perlu tahu.”
Tentu saja jawaban seperti ini belum membuat kami puas, rasa ingin tahu kami tentang tokoh Semar masih tetap menggoda kami untuk bertanya lagi.
Pada suatu waktu dimana ada kesempatan untuk bertanya, kami menanyakan lagi kepada beliau, Eyang Semar menjelaskan :
“Kalau ada jurnalis menulis tentang kalian berdua, maka dia akan menulis apa saja yang dilihat, didengar dan diketahui oleh panca indranya. Tetapi kalau yang menulis tentang kalian berdua adalah seorang spiritualis yang mempunyai indra ke-enam, maka dia akan menulis apa saja yang dia ketahui melalui panca indranya, juga melalui indra ke-enamnya. Jadi dimensi gaib dan tokoh gaib yang ada di sekeliling kalian akan ikut ditulis. Apakah sekarang kalian sudah mengerti mengapa pada versi India dan versi Jawa berbeda?”
Semua penjelasan Eyang Semar ini juga belum membuat saya dan istri berhenti untuk mencari tahu, siapa tokoh Semar ini? Setelah berselang lama sejalan dengan laku spiritual yang kami jalani, sejalan dengan peningkatan pemahaman spiritual yang kami dapat, kami berdua memohon penjelasan lagi kepada Guru Roh kami Eyang Semar. Inilah penjelasan beliau :
- Aku ini adalah pembantunya Gusti Allah.
- Akulah yang paling tahu “kehendak Allah” untuk manusia.
- Tugasku adalah mengasuh para satria yang sedang menjalankan tugas “kebenaran Allah”.
- Aku dapat memakai “jati diri” siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
- Wujudku dapat menjadi putri yang cantik sampai raksasa yang mengerikan.
Apakah kalian sudah mengerti?
Selesai Eyang Semar menjelaskan, kami berdua menitikkan air mata karena terharu, berbahagia dan bersyukur, bahwa di dalam kehidupan ini Eyang Semar berkenan membimbing kami dalam laku spiritual yang kami tempuh sebagai salah satu dari Guru Roh kami.
Sedikit tambahan untuk penjelasan :
1. Kami berdua bersama teman-teman berjumlah 9 orang membuat sanggar spiritual di salah satu rumah teman tersebut. Di ruang kami berkumpul pada dinding depan akan dipasang sebuah wayang tokoh Semar. Eyang Semar memang sering hadir dalam memberikan bimbingan dan wejangan spiritual. Pada suatu kesempatan seluruh anggota sanggar ingin mendapat nasehat mengenai sebuah wayang Semar yang akan dipasang dalam ruangan tersebut. Apakah sebaiknya dipasang wayang Semar dengan jati diri seperti di pemakaman atau seperti tokoh semar dengan jati diri sosok Resi Badramaya atau Begawan Ismaya.
Eyang semar menjelaskan, “Jati diriku tidak penting, akan tetapi jati diriku yang sudah banyak dikenal secara merakyat adalah sebagai Semar dan punakawannya, maka pakailah jati diri Semar sebagai punakawan.”
2. Eyang Semar adalah Roh Suci dari tingkat langit yang tinggi sekali atau dari tingkat Nirvana yang tinggi sekali. Roh Suci ini turun di tanah Jawa sebagai tokoh Semar. Roh Suci ini juga pernah turun di Mesir, di Timur Tengah, di India dan di negri Tiongkok dengan jati diri yang berbeda dan di jaman yang berbeda pula.
3. Jati diri tokoh Semar banyak dipalsu oleh makhluk gaib non Illahi atau makhluk gaib jenis jin. Jadi sebaiknya selalu waspada, hati-hati dan teliti dalam memasuki alam gaib dan bertemu dengan tokoh Semar.
Menarik sekali bisa saya berkenalan dg xnds
ReplyDelete