Kebijaksanaan para dewa |
Mereka sudah biasa berkunjung dari satu “orang pintar” ke “orang pintar” yang lain. Terutama orang-orang yang dapat “menurunkan” para dewa dan roh suci untuk memberikan pertolongan kepada para tamunya. Biasanya mereka disebut medium, loktung atau tungsen.
Begitu sering saya melihat bahwa dibelakang para “orang pintar” ini adalah gaib-gaib yang bukan garis Illahi, melainkan makhluk gaib jenis jin yang mengaku para dewa atau roh suci, lengkap dengan memalsukan jati diri para dewa dan roh suci idola dari para orang pintar ataupun para medium.
Begitu banyaknya yang palsu dibandingkan yang asli, sepuluh banding satu. Maka saya sampai tidak berani mengatakan secara terang-terangan dan langsung, sebab nanti dapat muncul anggapan bahwa yang bersih dan asli hanya Herman saja, yang lain semuanya sudah tercemar dan palsu.
Untuk menghindari anggapan seperti inilah, maka saya selalu menyarankan kepada mereka untuk melakukan evaluasi dan bertanya sendiri langsung kepada para dewa dan roh suci yang duduk di altar
Vihara atau Kelenteng. Bukan bertanya kepada petugas Kelenteng atau suhu yang buka meja di kompleks atau halaman Kelenteng. Dengan demikian yang menyatakan “hitam” atau “putih”nya seorang medium atau suhu bukan saya, tetapi dewa yang di altar.
Ada beberapa kasus yang akan saya ceritakan disini, bahwa apa yang sebenarnya saya ketahui dengan apa yang dinyatakan oleh para dewa di altar berbeda. Para dewa dan roh suci mempunyai kebijaksanaan yang lebih tinggi dan luas. “Petunjuk dari para dewa dan roh suci tidak selalu yang sebenarnya, tetapi selalu yang terbaik untuk saat itu”. Rambu ini sudah saya tulis dan saya jelaskan dalam buku ketiga saya berjudul “Menelusuri Jalan Spiritual” warna sampul biru.
Kasus pertama : Vihara rumahan
Amir, di rumahnya mempunyai altar yang besar dan indah, altar utama Dewi Kwan Im didampingi beberapa para dewa. Amir menerima tamu yang minta pertolongan baik urusan kesehatan maupun masalah kehidupan duniawi. Jadi Amir membuka altar rumahannya menjadi Vihara rumahan, sebab altar di rumahnya terbuka untuk para tamunya yang ingin sembahyang.
Suatu hari Amir membawa saya dan istri ke rumahnya untuk melihat altar. Begitu masuk rumahnya, saya dan istri terkejut melihat altar yang begitu bagus dan besar berada di rumah yang tidak begitu besar.
Dengan mata batin saya dan istri mengamati altar tersebut. Ternyata altar yang begitu bagus dan besar itu dihuni oleh segerombolan jin. Jin-lah yang duduk di altar tersebut. Tidak ada satu roh sucipun di situ.
Saya dan istri tidak langsung memberitahu Amir.
Saya hanya minta Amir melakukan evaluasi altarnya di Vihara Dewi Kwan Im, sebagai standard prosedur kalau punya altar di rumah.
Tanyakan apakah Dewi Kwan Im dan para dewa yang di altar itu masih berkenan turun atau duduk di altar rumahnya.
Sekitar satu minggu kemudian Amir memberitahu bahwa dia telah menanyakan altarnya di Vihara Dewi Kwan Im. Jawaban dewi Kwan Im bahwa altar Amir semua baik dan Dewi Kwan Im masih berkenan “turun” atau duduk di altar rumahnya. Tentu saja keterangan Amir ini mengejutkan saya dan istri. Kenapa yang kami berdua ketahui dan lihat sangat berbeda dengan petunjuk Dewi Kwan Im dari altar Vihara. Malamnya waktu kami meditasi menghadap Dewi Kwan Im, kami menanyakan masalah Amir ini.
Inilah penjelasan Dewi Kwan Im :
“Apa yang kalian ketahui dan kalian lihat di altar rumah Amir semuanya benar, altar itu dihuni banyak jin, dan aku tidak pernah hadir di altar tersebut. Tapi Amir ini sangat sujud sembahyang padaku. Saat dia sembahyang, kukirim utusanku untuk menerima doanya.
Utusanku tidak “turun” di altar, melainkan di ruang lain di rumahnya. Setelah Amir selesai sembahyang, utusanku pulang kembali.
Walaupun jin yang duduk di altar bukan jin yang baik, tapi jin ini tidak mengganggu Amir dan keluarganya, jin ini hanya menikmati sajian di altar dan merasa nyaman tinggal di altar tersebut.
Kalau kuberitahu bahwa altarnya itu cuma jin, maka Amir akan berusaha untuk membersihkan altarnya, akan mengusir gerombolan jin di altar itu. Amir tidak mempunyai kekuatan maupun kemampuan untuk mengusir.
Memang Amir dapat meminta pertolongan kalian untuk mengusir jin dan membersihkan altarnya. Tetapi kalian tidak dapat membersihkan rumah Amir yang sudah berunsur yin/negatif yang disebabkan tumbal yang dipasang di rumah itu oleh paranormal teman Amir mempergunakan candu, dan candu atau morfin itu sudah meresap dan menyatu dengan tanah.,
Amir juga tidak dapat pindah dari rumahnya sebab rumah itu tidak dapat dijual karena masalah surat-suratnya. Jadi lebih bijaksana untuk memberitahu tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik kepada Amir.”
Demikianlah penjelasan Dewi Kwan Im kepada kami berdua.
Amir bukan medium, tetapi dapat menerima bisikan batin dari alam gaib.
Kasus kedua : Medium
July datang jauh-jauh dari luar pulau khusus untuk bertemu dengan saya. Tujuannya untuk mendapatkan inisiasi mengangkat Guru Roh. Saya tanya dia apakah dia sudah tahu apa arti mengangkat Guru Roh, dia jawab sudah. “Apakah sudah tahu siapa Guru Roh anda?” Dia jawab sudah, Dewi Kwan Im. “Apakah anda sudah siap menelan pil pahit?” Dia jawab sudah. Saya kagum juga mendengar jawabannya yang begitu mantap tanpa ragu-ragu. July bilang bahwa dia sudah membaca berkali-kali dan mempelajari apa yang telah saya tulis dalam buku ketiga saya “Menelusuri Perjalanan Spiritual”. Dia mantap mau mengangkat Guru Roh kepada Dewi Kwan Im.
Melalui mata batin saya memeriksa July, mempunyai strata roh Nirvana, sudah mempunyai daya supranatural, rohnya sudah bangkit/bangun, dan Guru Rohnya dalam kehidupan ini memang benar Dewi Kwan Im.
July berusia 30-an tahun, masih lajang, 15 tahun menjadi medium dan masih berlanjut sampai sekarang. Di rumahnya dibangun vihara rumahan, sudah rutin menerima tamu yang minta tolong di Vihara rumahannya.
Yang menjadi perhatian saya adalah Vihara rumahannya, sebab altar utamanya bukan para dewa yang sudah banyak dikenal masyarakat, tetapi yang jarang ada dan saya baru pertama kali ini mendengarnya. Saya konsentrasi untuk melihat altar dari Vihara di rumah July. Ternyata yang ada di altar itu bukan para dewa dan roh suci, melainkan jin yang menyamar atau dewa palsu.
Di hati saya ada rasa sayang dan iba terhadap July. Dia relatif masih muda, dia tidak tahu kalau sudah 15 tahun dikelilingi para dewa palsu, jin yang menyamar. Karena rasa sayang dan iba tadi, saya telah keluar dari prinsip saya untuk tidak terang-terangan mengatakan altar orang lain sudah tercemar atau hitam.
Saya beritahu July bahwa altar dia sudah tercemar jin. Yang turun sebagai dewa di dirinya adalah dewa palsu. Supaya dia hati-hati, perintah dan petunjuk yang aneh-aneh supaya jangan begitu saja dipercaya, dipikirkan dulu baik-baik, pertimbangkan resiko dan akibatnya.
July saya anjurkan berkunjung ke Vihara Dewi Kwan Im di Banten untuk “cross-check” semua yang saya jelaskan, tanyakan satu persatu kebenarannya. Jangan mudah percaya begitu saja apa yang dikatakan orang, termasuk yang saya katakan.
Dua hari kemudian July dari Vihara Banten menelepon saya, bahwa dia telah menjalankan semua saran saya. Jawaban dari Dewi Kwan Im di altar Vihara Banten adalah semua baik, altarnya baik, dewa yang turun juga baik, misinya menolong manusia supaya diteruskan, dan tidak perlu mengangkat Guru Roh. July menanyakan apakah dia perlu bertemu saya lagi. Saya jawab : “Tidak perlu, ikuti saja semua yang telah ditunjuk oleh Dewi Kwan Im, tidak perlu ragu.”
Malam harinya, kembali saya memohon penjelasan kepada Dewi Kwan Im mengenai July yang medium ini. Inilah penjelasan Dewi Kwan Im : “Altar dan Vihara rumahan milik July memang sudah tercemar, semuanya palsu, jin-lah yang duduk di altar. July dan orang-orang disana tidak ada yang mempunyai kemampuan untuk mengusir jin di altar. Kalau dipaksakan, July bisa celaka digebuki oleh gerombolan jin ini. Kalian juga tidak dapat menolong July karena jarak perjalanan yang jauh.
July juga tidak dapat menutup Vihara rumahannya sebab membuka Vihara rumahan dan praktek sebagai medium merupakan sumber penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidup July dan keluarganya.
Jin di altar July tidak akan mengganggu July dan keluarganya selama dia tidak diusik dan diusir.
Para jin itu hanya menikmati sajian dan tinggal di tempat yang nyaman.” Begitulah penjelasan yang saya terima.
“Tidak yang sebenarnya, tetapi yang terbaik.”
Kasus ketiga : Perubahan drastis
Alin ikut kelompok penyembuhan prana, melakukan penyembuhan gratis untuk umum. Sekalian digunakan oleh kelompok ini untuk mempraktekkan pendalaman ilmu prananya. Alin termasuk anggota lama dalam kelompok ini, dia sudah mampu mendeteksi penyakit dan melakukan penyembuhan dengan prana.
Saya mengenal Alin sudah beberapa yahun, dan saya tahu kalau kelompok penyembuh prana yang diikuti oleh Alin bukan dari garis Illahi. Untuk menjaga hubungan baik, saya tidak pernah mengusik kelompok ini di hadapan Alin. Sampai suatu hari Alin meminta saya mendampingi untuk memohon inisiasi mengangkat Guru Roh di suatu Vihara atau Kelenteng.
Selesai melakukan upacara ritual mengangkat Guru Roh, saya anjurkan Alin untuk tanya di altar, apa saja yang masih diperbolehkan dan apa saja yang sudah dilarang untuk dilakukan oleh Alin setelah mempunyai Guru Roh.
Seperti, apakah masih boleh menggunakan prana yang sudah dimiliki untuk menyembuhkan orang?
Apakah masih diperbolehkan untuk meneruskan latihan prana dalam kelompoknya?
Atau apakah dia masih boleh bergabung dalam kelompok ini?
Melalui sarana “pak-pwe”, Alin mendapat jawaban bahwa semua kegiatan di kelompok ini masih boleh dijalankan, tidak apa-apa.
Saya agak heran, kenapa dewa di altar yang sekarang sudah menjadi Guru Roh Alin masih mengijinkan Alin mengikuti kelompok prana ini, kelompok prana yang non Illahi.
Saya menghadap di altar, saya menanyakan kenapa Alin masih diperbolehkan bergabung dan mengikuti kegiatan di kelompok prana ini.
Inilah penjelasan sang dewa di altar :
“Alin termasuk anggota senior di kelompok ini, sudah lama dan bertahun-tahun aktif di kelompok ini. Maka janganlah melakukan perubahan drastis dengan menyuruh Alin segera keluar dari kelompoknya sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh. dan Kalian ingatkan Alin agar setiap tahun melakukan evaluasi dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan dan apa saja yang sudah harus ditinggalkan.”
Sesuai pesan dewa di altar Vihara, saya ingatkan Alin agar dia jangan lupa untuk melakukan evaluasi laku spiritualnya minimal satu kali dalam satu tahun. Dan menanyakan kembali apa saja yang masih boleh dilakukan, apa sekarang masih baik dijalankan.
Melewati tahun kedua, Alin sudah tidak aktif lagi di kelompok prananya. Guru Rohnya sudah melarang Alin masuk kelompok prana ini.
Sampai sekarang saya masih mengingat dengan baik nasehat dari dewa di altar :
“Jangan melakukan perubahan drastis sehingga membuat lingkungannya menjadi heboh.”
No comments:
Post a Comment