"Hu" Kadaluarsa dan "Hu" Mubasir |
Karena penjelasan yang bergulir dari mulut ke mulut dan dari waktu ke waktu, dari jaman dulu hingga sekarang masih banyak orang memiliki anggapan bahwa setiap Hu memiliki jangka waktu satu tahun penuh. Banyak petugas klenteng yang memberitahu para umat bahwa Hu yang diminta berlaku untuk satu tahun.
Akibat pemberitahuan yang kurang benar ini, maka banyak diantara tamu saya yang membawa atau memakai Hu yang sudah kadaluarsa atau Hu yang telah habis masa berlakunya dan Hu itu sudah kosong. Membawa Hu yang sudah kosong juga masih ada baiknya, yaitu menjadi masih percaya diri. Asal tidak ada gangguan gaib yang menyerang, dia akan tetap baik-baik saja.
Tetapi kalau fungsi Hu tersebut dipakai untuk memberikan perlindungan dari gangguan gaib yang masih aktif, maka Hu kadaluarsa ini akan mendatangkan masalah serius. Oleh karena itu orang yang memakai Hu perlu tahu jangka waktu / life time dan Hu yang dipakai. Apakah satu tahun, enam bulan. tiga bulan atau hanya satu bulan. Bahkan ada yang hanya satu minggu saja.
Cara mengetahui jangka waktu berlakunya Hu adalah dengan tanya kepada dewa yang memberikan Hu tersebut. Jadi tanya melalui sarana pak pwee kepada dewa di altar.
Hu pelindung diri dari garis Ilahi tidak berisi makhluk gaib seperti Hu dari garis non Ilahi. Hu garis Ilahi berisi aura kekuatan. Oleh karena itu, ada Hu yang kekuatannya habis sebelum jangka waktunya habis. Jadi Hu itu kosong sebelum waktunya. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang gencar di- serang dan diganggu oleh gangguan gaib, sehingga kekuatan Hu habis sebelum waktunya. Walaupun kejadian seperti ini jarang terjadi, tetapi ada beberapa tamu saya yang mengalami kejadian ini, kekuatan Hu- nya habis sebelum waktunya.
Banyak orang menganggap Hu pantang atau tidak boleh dibawa masuk ke WC atau kamar kecil. Pantangan seperti ini tidak benar untuk Hu garis Ilahi. Tapi Hu garis Ilahi memang punya pantangan, yaitu tidak boleh dibawa masuk ke kasino atau night club. Kalau sampai lupa dan dibawa masuk, maka kekuatan Hu tersebut akan"pulang". Ini bukan berarti "kesakti- an" Hu tersebut kalah dengan kekuatan gaib yang ada di kasino atau night club, tapi kekuatan Ilahi yang ada di Hu tersebut tidak mau diajak masuk ke dalam tempat "berlumpur-kotor" yang ada di tempat itu. Jadi kalau mau jalan-jalan melihat dan masuk ke tempat seperti itu, sebaiknya Hu-nya ditinggal di rumah atau di dalam mobil saja.
Hu yang mubasir. Yang saya maksud dengan Hu yang mubasir adalah Hu yang sudah tidak memenuhi syarat untuk diisi kekuatan oleh para dewa di altar. Belakangan ini saya menemukan beberapa Hu mubasir yang berasal dari beberapa klenteng yang dibawa oleh para tamu saya.
Sampai terjadi adanya Hu mubasir ini menurut saya disebabkan beberapa pengurus klenteng kurang memperhatikan atau kurang peduli terhadap kepentingan umatnya. Semua urusan kepentingan umat diserahkan begitu saja kepada karyawan dan petugas lapangan. Sedangkan sebagian besar petugas ini kurang mengerti dan kurang memahami tata cara spiritual di sebuah klenteng.
Sebagian besar Hu yang mubasir disebabkan tulisan Hu tersebut sudah tidak bisa dibaca, sudah tidak berbentuk huruf mandarin lagi, tapi lebih mirip tanaman ganggang di dalam aquarium. Hal ini di- sebabkan cap untuk mencetak Hu tersebut tidak diganti walaupun kondisinya sudah rusak karena sudah puluhan tahun dipakai. Dan tidak ada yang mau memberikan perhatian atau kepedulian. Yang dirugi-kan adalah para umat yang membutuhkan Hu pelindung tersebut. Dia tidak tahu kalau Hu yang diminta dari dewa di altar tidak ada isinya sebab sudah mubasir.
Hu mubasir lainnya yang pernah saya temukan dari para tamu saya adalah Hu "yang tidak pada tempatnya". Artinya Hu yang ada di altar Dewa Siang Tee" atau di altar Dewi Kwan Im berasal dari Hu yang dijual di toko-toko sembahyangan. Tulisan Hu tersebut bukan untuk Hu Dewa Siang Tee atau Dewi Kwan Im. tapi tidak jelas arti dan maksudnya, hanya tulisan keselamatan dan keberuntungan saja. Hu semacam ini tentu saja tidak akan diisi oleh dewa di altar. Ada juga Hu yang disediakan di altar Dewa Hok Tek Ceng Sin, tapi tulisan di Hu tersebut adalah Hu Amitabha Budha.
Beberapa kasus di bawah ini mungkin dapat lebih memperjelas kejadiannya.
a. Tamu saya yang berasal dari Singapore mau meminta Hu untuk tempat usahanya. Saya sarankan untuk meminta Hu di altar Dewa Hak Tek Ceng Sin. Setelah dia mendapat Hu, dia datang lagi ke rumah saya untuk memeriksakan Hu yang telah diperolehnya. Waktu saya periksa, Hu itu tidak ada isinya, kosong sama sekali. Saya tanya persembah- an dan doanya sudah benar. Jadi yang salah dimana sampai Hu-nya kosong? Hu tersebut saya buka dari lipatannya, temyata isi Hu tersebut adalah Hu untuk Sang Hyang Amitabha Budha. Kejadian ini mengindikasikan atau menandakan pengurus klenteng ini kurang peduli atau kurang memperhatikan kepentingan umatnya.
b. Edi seorang pengusaha, membutuhkan Hu pe- lindung diri. Jadi saya anjurkan untuk meminta Hu altar Dewa Siang Tee.'Setelah mendapatkan"Hu" lagi ke rumah saya untuk memeriksakan Hu-nya, terutama untuk mengetahui life time atau waktu berlakunya Hu yang diterima. Waktu saya periksa Hu tersebut, ternyata kosong. Kembali saya tanyakan masalah persembahan dan doa yang dia lakukan, semuanya benar. Waktu Hu tersebut saya buka, temyata Hu tersebut sudah mubasir.
Tulisannya sudah tidak berbentuk sama sekali, hanya berhentak beberapa garis berliku-liku warna hitam seperti tanaman ganggang di aquarium. Pengurus klenteng ini bukan tidak peduli terhadap umatnya, tapi dia tidak mengerti dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak tahu Hu yang sudah "hancur" itu harus diperbarui seperti apa.
Maka melalui umatnya yang sering sembahyang di klenteng ini saya mengusulkan untuk dibuatkan Hu baru dengan garis dasar Hu dari Dewa Siang Tee di Welahan yang telah dimodifikasi nama klentengnya. Usulan saya ini setelah ditanyakan dan mendapat persetujuan dari dewa di altar, maka sekarang di klenteng ini sudah memiliki Hu yang baru dan benar.
Saya sangat berharap agar para pengurus klenteng mau memberikan sedikit kepedulian untuk para umat yang datang bersembahyang dengan mem- perhatikan kondisi Hu yang tersedia di klenteng ter- sebut. Hanya butuh waktu sebentar untuk menanya- kan kepada dewa di altar Hu mana yang masih baik dan Hu mana yang sudah perlu diperbarui serta Hu mana yang sebaiknya jangan dipakai lagi. Yang menanyakan kepada dewa di altar perlu ketua pengurus klenteng, bukan yang Iain.
Semoga tulisan ini dapat menggugah kesadaran dan kepedulian para pengurus klenteng terhadap para umatnya.
Hu pelindung rumah. Hampir sama dengan Hu pelindung diri, hanya ukurannya mungkin lebih besar. Tapi juga ada yang berukuran sama. Hanya cara peletakannya yang berbeda, juga jangka waktu berlakunya lebih panjang. Memasang Hu pelindung rumah untuk melindungi rumah tersebut dari gangguan makhluk halus yang jahat. Kadang juga dapat mengusir makhluk gaib yang sering usil mengganggu penghuni rumah. Tapi Hu pelindung rumah tidak dapat mengusir makhluk halus penunggu rumah yang asli "penduduk" setempat. Artinya ada sekelompok makhluk halus yang rumahnya sudah ada di tempat tersebut sebelum rumah manusia dibangun. Karena rumah mereka "diduduki" oleh rumah manusia dan mereka juga jahat, maka mereka mengganggu penghuni rumah.
Memasang Hu pelindung rumah perlu dipasang di depan pintu masuk utama, menghadap keluar. Bukan dipasang menghadap ke dalam rumah. Ada beberapa tamu saya yang malu memasang Hu di luar pintu, malu dikira percaya takhayul dan mistik kuasa kegelapan, sehingga Hu-nya dipasang di dalam dan menghadap ke dalam rumah. Hu yang dipasang demikian tentu tidak memenuhi syarat pelindung. Lebih baik dipasang di setiap pintu kamar bagian luar, tapi tetap di dalam rumah supaya tidak dilihat orang lain dan tidak disangka percaya takhayul dan mistik. Padahal memang percaya banget.
Hu adalah kebudayaan dan tradisi kepercayaan etnis Tiong Hoa. Jadi sebenarnya tidak perlu merasa malu memasang Hu walaupun mungkin agamanya bukan Kong Hu Cu. Tradisi dan kebudayaan beda dan perlu dipisahkan dengan agama.
Kasus Hu pelindung rumah yang non Ilahi.
Toni datang ke rumah saya untuk konsultasi kesehatan ibunya yang sudah berusia 70 tahun. Sebut saja bemama Amei. Tinggal di rumah yang tidak terlalu besar, Amei memiliki prilaku yang aneh. Setiap pagi setelah mandi dan makan pagi, dia mulai menyapu rumahnya dari belakang ke depan berulang- ulang. Artinya setelah menyapu dari belakang ke depan, diulang-ulang lagi dari belakang ke depan. Berhenti untuk makan siang kemudian mulai lagi menyapu dari belakang ke depan sampai sore hari berhenti dan mandi. Besok harinya diulang lagi.
Toni resah melihat prilaku ibunya, sebab kesehatannya mulai terganggu. Melalui mata batin, saya memeriksa Rumah dan badan Amei. Ternyata prilaku aneh Amei disebabkan ada makhluk gaib di rumah Toni yang usil mengganggu Amei, yaitu mempengaruhi Amei untuk bolak-balik menyapu rumahnya sepanjang hari dan setiap hari. Suatu hari saya dan istri dibawa Tani memeriksa ibunya dan rumahnya. Di pintu masuk saya melihat Hu pelindung rumah yang besar ditempel di daun pintu. Di dalam rumah saya juga melihat altar dewa tempat sembahyang Amei, juga terpasang Hu besar yang sama seperti di pintu masuk Mata batin saya dan juga istri saya melihat ada makhluk jin jahat di kedua Hu tersebut. Jin inilah yang mempengaruhi Amei untuk terus menerus menyapu rumahnya.
Saya tanya Toni, Hu yang ada di pintu dan di altar sembahyang itu berasal dan diminta dimana? Toni bilang dari sebuah vihara / klenteng di daerah kota. Saya tahu klenteng ini bersih dan garis Ilahi, jadi tidak mungkin ada jin yang nempel. Saya tanya Toni, 'Apakah Ha ini diminta sendiri oleh Amei di altar dewa di klenteng itu?" Jawab Toni, "Tidak, di klenteng itu ada suhu yang buka meja untuk menerima tamu yang membutuhkan pertolongan. Ibu saya meminta Hu dari suhu itu."
Saya perhatikan dua Hu yang ada di rumah Saya perhatikan dua Hu yang ada di rumah Toni. Benar bahwa Hu tersebut ada tulisan nama klenteng yang disebut Toni. Saya heran bagaimana bisa ada suhu buka praktek di halaman klenteng dan membuka Hu dengan identitas klenteng tersebut tidak diketahui atau dibiarkan oleh pengurus klenteng.
Atau mungkin pengurus klenteng sudah kenal dengan suhu ini dan memberi ijin untuk buka praktek di halaman klenteng, membuka Hu atas nama klenteng itu. Seharusnya kalau seorang suhu yang mau buka praktek di klenteng perlu mendapat ijin dari dewa altar utama klenteng tersebut. Apalagi kalau sampai membuka Hu atas nama klenteng tersebut,maka pengurus klenteng perlu menanyakan kepada dewa di altar, apakah dewa di altar mengijinkan praktek dan membuka / membuat Hu atas nama klenteng.
Semoga kasus dan kejadian seperti ini dapat sedikit menggugah perhatian dan kepedulian pengurus klenteng untuk umatnya yang datang sembahyang. Banyak umat yang belum mengerti, maka yang mengerti perlu menolong yang belum mengerti.
Setelah mendapat ijin Toni dan Amei, kedua Hu besar itu saya copot dan dibakar. Beberapa hari kemudian Tani memberitahu bahwa ibunya sudah normal kembali.
Saran saya, orang boleh saja bertanya pada suhu di klenteng maupun di tempat lain. Tetapi saran dan penjelasannya jangan langsung dipercaya dan dijalankan. Tanyakan dulu kepada dewa di altar dengan sarana pak pwee apakah saran dan penjelasan dari suhu itu benar. Dan kalau benar jangan langsung dituruti dan dijalankan. Yang benar belum tentu cocok untuk anda. Jadi tanyakan lagi apakah baik untuk anda turuti dan jalankan. Anda sedang berada atau bertamu di "rumah dewa" yaitu di klenteng, oleh sebab itu sebaiknya tidak perlu bertanya kepada suhu di klenteng. Tanyakan langsung kepada dewa di altar. Ingat, anda sedang bertamu di rumah dewa, jadi kurang pantas kalau masalah anda ditanyakan kepada suhu yang buka praktek di klenteng.
Kalau belum mampu bertanya di altar, belajar-lah mulai sekarang, jangan takut salah. Yang namanya belajar, membuat kesalahan adalah hal yang wajar Cara bertanya di altar telah saya tulis dalam buku ke-5 berjudul "Dialog Dengan Alam Dewa" lengkap dengan diagram keperluannya.
Mohon maaf Pak Ricky apakah saya blh meminta alamatnya Pak Herman dan Ibu Selvie?
ReplyDelete