Add caption |
1. Komentar pertama : Mengenai bahasa yang saya gunakan.
Sejak awal saya sudah memiliki keinginan untuk menulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menghindari penggunaan dan istilah yang diambil dari bahasa asing, kecuali memang terpaksa harus digunakan sebab kata dan kalimat tersebut sudah banyak dipakai dalam bahasa Indonesia atau sudah di-Indonesiakan.
Ini semua karena saya meyakini bahwa pembaca buku saya umumnya bukan mereka yang ber- "pendidikan tinggi". Kebanyakan mereka yang berpendidikan tinggi tidak mau atau alergi terhadap buku-buku spiritual dan gaib.
Komentar kedua : Membuka wawasan
Banyak yang mengatakan buku-buku saya membuka banyak penjelasan, sebab belum banyak buku yang menuliskan banyak "rahasia sensitif yang tabu untuk ditulis bagi orang-orang jaman dulu. Terutama yang berunsur gaib, makhluk gaib, kekuatan gaib dan ilmu gaib.
Penjelasan mengenai sembahyang dan ibadah, mengenai persembahan, prosedur dan persyaratan, Hu dan bertanya di altar dan lain-lain.
Penjelasan mengenai penyakit non medis dan penyembuhan spiritual, cara mengetahui non medis atau tidaknya penyakit dan menyikapinya.
Membuka wawasan yang "relatif baru mengenai laku spiritual. Seperti guru roh, strata roh, RPH dan SKKB, mengelola karma dan masih banyak lagi.
Komentar ketiga : Menjawab banyak pertanyaan yang telah lama dicari jawabannya.
Mengenai keharmonisan keluarga, penyakit yang tak kunjung sembuh, rejeki dan usaha yang selalu bermasalah, perjodohan dan jatah jodoh, anak adopsi dan anak autis, dan lain-lain.
4. Komentar ke-empat: Merasa tertolong.
Tertolong dalam masalah keluarga, masalah penyakit, masalah pekerjaan, juga tertolong dalam laku spiritual dan ibadahnya, lepas dan terhindar dari masalah non Ilahi, dan lain-lain.
5. Komentar kelima : Berhasil membawa banyak orang sembahyang di klenteng.
Saya menyadari bahwa isi buku saya banyak mengandung unsur mengajak orang masuk ke klenteng untuk sembahyang. Pada mulanya saya pernah khawatir kalau saya dianggap "agen klenteng" atau orang klenteng yang dibiayai klenteng untuk meramaikan klenteng lagi. Karenakenyataannya tidak jauh dari itu.
Banyak klenteng Tridharma didatangi oleh umat yang sembahyang memakai baju wama hijau dengan membawa persembahan serba tujuh. Kelompok baju hijau ini hampir mirip dengan kelompok "go green", yaitu hidup selaras dan menyatu dengan alam" yang ada dalam ajaran Tao.
Kelompok "baju hijau" ini (the green) sekarang sudah banyak dilihat tapi belum banyak dikenal.Saya harap jangan menjadi terkenal. The green, kelompok hijau ini sudah banyak muncul bukan hanya di lingkungan klenteng, tapi juga di vihara Budhis, di pura Hindu, di gereja Kathedral, petilasan suci dan lain-lain di tempat ibadah dan sembahyang. Apa yang mereka tuju dan mereka cari?
Yang mereka cari adalah "jalan kebenaran" di dalam menempuh kehidupan ini. Mereka mencari tidak hanya di satu tempat ibadah dan di satu aliran ajaran spiritual saja. Sebab mereka mengerti dan meyakini bahwa banyak aliran dan ajaran spiritual itu saling mengisi dan saling melengkapi. Mereka mengetahui dan mengerti dari banyak kasus yang mereka ketahui dan mereka alami sendiri, bahwa tanpa memakai dan mengikuti beberapa ajaran yang saling mengisi dan saling melengkapi tersebut, masalahnya tidak akan terselesaikan.
Saya mengajak orang masuk ke klenteng bukan untuk meramaikan klenteng dan menyenangkan pengurus klenteng. Tetapi untuk kepentingan orang itu sendiri, untuk menyenangkan orang karena masalahnya dapat diatasi atau dia dapat terhindar dari masalah yang lebih besar.
Mengapa begitu? Sebab klenteng dengan altar dewanya adalah satu-satunya tempat ibadah sembahyang dimana umatnya dapat tanya langsung kepada dewa tanpa melalui medium atau loktung yang kebenarannya masih bisa diragukan, tanpa melalui mimpi maupun meditasi dan lain-lain. Cukup dengan sarana pak-pwee, ciamsie dan Hu.
Guru roh saya mengingatkan, "Jaga jangan sampai menjadi terkenal." Sebab "terkenal sama dengan "nama besar" dan nama besar dijauhi oleh Para roh suci.
Kelompok baju hijau atau kelompok spiritual universal ini bukan merupakan organisasi, tidak ada pengurusnya. Hanya merupakan kelompok seperti senam pagi, kelompok meditasi dan lain-lain.
Siapapun boleh ikut dan boleh keluar. Baju warna hijau bukan merupakan seragam, mau pakai boleh, tidak pun tidak apa-apa. Baju warna hijau adalah pesan dari para roh suci kepada saya, "hijau untuk memohon dan menerima berkah" atau "diberkati" berkah kehidupan di bumi.
Di Welahan, di Parang Tritis dan di Jambe 7 memakai warna hitam. Sebab bendera kebesaran Dewa Siang Tee berwarna hitam. Di Parang Tritis pantang memakai warna hijau. Dan di Jambe 7 busana dan ikat kepala Eyang Lengkung Kusumo berwarna hitam.
Maka pesannya untuk ketiga tempat ini adalah warna hitam. Warna hitam adalah lambang inti kekuatan alam di bumi.
Salam sejahtera untuk pemilik Blog ini..
ReplyDeleteBoleh saya minta tolong untuk penjelasan tata cara pembersihan diri di Pantai Parang Tritis, dan ritual mengambil pasir untuk membersihkan rumah.
Kalau saya ingin mengikuti keguatan kelompok green yg di bimbing oleh Om Herman utomo. Bagaimana cara nya? Mohon petunjuk nya. Terimakasih
ReplyDelete