Jalan R.E. Martadinata No.1, Karangsari, Kec. Tuban, Kabupaten Tuban, Jawa Timur 62314
|
Disamping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Yu dipuja juga sebagai Dewa Pelindung Pedagangan, Dewa PeUndung Kesusastraan dan Dewa Pelindung Rakyat dari Malapetaka Peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang sebagaimana umumnya dikenal dan dialamatkan kepada Guan Yu, harus diartikan sebagai dewa yang menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyesengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Yu yang budiman.
Dapat disimpulkan disini bahwa penduduk Hongkong yang banyak berasal dari Provinsi Guandong banyak memuja Dewa Guan Yu karena mereka mengharapkan terhindar dari peperangan yang mengerikan, seperti yang pernah dialami dan dibenci oleh bangsa China dalam perang Candu melawan Inggris.
Perang tersebut terjadi dua kali, yang pertama pada tahun 1840 - 1 843 dan yang kedua pada tahun 1856 - 1858. Akibat perang ini, Hongkong dikuasai Inggns sejak tahun 1842 dan dikembalikan ke China pada 1997. Karena itulah pemujaan terhadap Dewa Guan Yu oleh masyarakat Hongkong adalah sebagai Dewa Pelindung dari Malapetaka Peperangan dan juga sebagai simbol dari Dewa Perdagangan dan Dewa Keadilan.
Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Lama ( Presiden Soekarno ), gambar Dewa Guan Yu ( Kwan Kong ) dipasang di setiap kantor Pengadilan Negeri dan digunakan untuk melakukan sumpah di depan Dewa Guan Yu sebelum sidang dimulai bagi warga Tionghoa yang beragama Khonghucu atau pengikut Tri-dharma.
Hampir di seluruh kelenteng yang ada di Jawa Timur memuja Dewa Guan Yu ( Kuan Kong ). Dari 3 buku laporan yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur, yaitu :
laporan tanggal 12- 23 Agustus 2001, laporan tanggal 14-20 Qktober 2003, dan laporan tanggal 24 November - 5 Desember 2004, dari 21 unit kelenteng, 17 (atau sekitar 81%) diantaranya memiliki Dewa Guan Yu atau Kwan Kong sebagai dewa pendamping (bukan dewa tuan rumah).
Di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, dewa utama (dewa tuan rumah) yang dipuja adalah Guan Yu (Kwan Kong). Patung yang dipuja di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban dahulu berasal dari meja altar rumah tinggal milik perorangan di kecamatan tambakboyo tuban. pemilik patung akan pindah rumah ke daerah lain yang berada di sebelah timur. Pada waktu sampai, ditempat yang sekarang berdiri kelenteng, perahu yang ditumpangi tidak mau melaju, hanya berputar-putar ditempat tersebut, kemudian pemilik patung melakukan "pwe" (tanya kepada dewa kwan kong dengan 2 keping uang logam), ternyata dewa kwan kong itu ingin "menetap" di tempat yang sekarang berdiri kelenteng kwan sing bio tuban.
Fisik bangunan kelenteng utama yang asli ini sampai sekarang masih berdiri baik dengan ukuran yang tidak luas. Seluruh bahan, kolom-kolom, dinding dan konstruksi atap semuanya terbuat dari kayu jati. Menurut harian Suara Merdeka tanggal 6 Februan 2005 halaman 28 mengenai keberadaan kelenteng Kwan Sing Bio, berdasarkan cerita dari mulut ke mulut dan tumn temurun, kelenteng tersebut sudah ada sejak kedatangan tentara Mongol ( Dinasti Yuan ) tahun 1293 M. Pihak kelenteng sendiri belum dapat menjelaskan kapan Kelenteng Kwan Sing Bio berdiri. Adapun berdasarkan buku laporan yang (diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur tertanggal 12-23 Agustus 2002, usia keberadaan kelenteng ini hanya dapat diketahui dari prasasti tertua yang ada di kelenteng. Prasasti ini merupakan sumbangan dari para donator di waktu ada perbaikan atau perluasan pembangunan kelenteng yang berangka tahun 1840.
UIasan-ulasan singkat di bawah ini ditujukan sebagai "koreksi" bahwa Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban telah ada sejak akhir abad XIII atau awal abad XIV. berdasarkan konklusi dari studi pustaka, peta-peta tua dan foto-foto. Adapun ulasan-ulasan tersebut adalah sebagai berikut:
Pada abad ke-5, sejak adanya hubungan dagang antara negeri Tiongkok dengan kerajaan-kerajaan di Indonesia, pecinan mulai tumbuh dan berkembang terutama di kota- kota pesisir di pulau Jawa, seperti Tuban, Lasem, Demak, Jepara, Scmarang, Cirebon, Banten, Sunda Kelapa dan lain-lain, dan menjadi tempat singgah dan bermukimnya para pedagang Tionghoa ( Widi dalam Kompas, 2010:1 )
Benda-benda berharga yang berasal dari muatan kapal yang tenggelam ditemukan di perairan Laut Jawa 70 mil utara kota Cirebon Jawa Barat. Artefak / pecahan yang diperoleh itu antara lain berasal dari lima dinasti China yang berkuasa selama 57 tahun yang mcliputi Dinasti Liang (907-923 ), Dinasti Tang ( 923 - 936 ), Dinasti Jin ( 936 - 947 ), Dinasti Han ( 947 -951 ), dan Dinasti Zhou ( 951 - 960 ) (Kompas, 6 April 2010, hal. 12).
Artefak dan benda-benda keramik tersebut menunjukkan bahwa pada masa-masa itu telah ada hubungan antar dua negara serta menjadi tempat singgah dan bermukimnya warga Tionghoa. |
Bukti-bukti itu juga diperkuat dengan adanya Catatan Historis China Kuno yang menyebutkan bahwa orang-orang China mulai merantau ke Indonesia pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang (618-907). Daerah pertama yang didatangi adalah Palembang dan kemudian mereka ke pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Banyak dari mereka yang kemudian menetap di daerah pesisir sepanjang pantai utara Jawa, seperti daerah Banten, Jakarta, Cirebon, Tegal, jepara, Lasem. Tuban Surabaya dan Gresik ( Kompas 7 Februari 2005)
Menurut berita dari pihak China yang diterjemahkan oleh W.P. Groe Ne Veldt (Mulyana, 2009: 194 ) tentara dari Kaisar Kubilai Khan datang ke pulau Jawa tidak atas undangan dan Bupati Wira Raja dan Sumenep Madura akan tetapi Kaisar bermaksud menghukum Raja Kertanegara dan Singosari yang saat itu berani menghina Meng Ki utusan sang Kaisar. Hubungan negara Tiongkok di bawah pimpinan Kaisar Kubilai Khan dengan kerajaan Singosari dibawah Raja Kertanegara menjadi renggang.
Kaisar Kubilai Khan kemudian mengirim tentara sebanyak 20.000 pada awal tahun Saka 1214 atau Masehi 1292 di bawah pimpinan Shihpi, Kau Hsing dan Ike Mese (Ji - Ku Mosu). Setelah armadanya bertolak meninggalkan pantai, kapal-kapal itu diserang oleh angin ribut, jalannya seperti kuda mabuk, penumpangnya pun ikut mabuk, berhari-hari hanya tiduran dan tidak makan. Setelah berada di pulau Kolan ( Biliton ), mereka mendarat untuk menentukan siasat perang. Ike Mese berangkat lebih dulu dengan 500 orang dan 10 kapal melalui Karimon ( Karimun Jawa ) menuju Tupingtsuh ( Tuban ). Sampai di Tuban separuh dari tentara harus mendarat, sedang yang scparuh lagi melanjutkan pelayaran kearah timur di bawah pimpinan Shihpi menuju Madura sungai Segalu ( Sedayu ). Di muara sungai tersebut Ike Mese mengirim 3 orang perwira menuju Majapahit.
Bantuan dari tentara Mongol kepada Raden Wijaya untuk memukul mundur Jaya Katwang ternyata berhasil dengan dikepungnya Keraton Jaya Katwang. Jaya Katwang pun menyerah 14 hari kemudian. Tentara Mongol kemudian berangkat ke Majapahit untuk menerima hadiah, tetapi ternyata setelah dapat menghancurkan Raja Jaya Katwang, Raden Wijaya berbalik menjadi oposisi dan menyerang tentara Mongol yang telah membantunya.
Tiga minggu kemudian tentara Mongol meninggalkan Jawa dengan membawa tawanan perang yang terdiri dari putra dan perwira Jaya Katwang. Peta dan surat yang bertuliskan tinta emas dari Raja Jaya Katwang diserahkan kepada pimpinan tentara Mongol. Berulangkali tentara Majapahit menyerang tentara mongol. Akibatnya tentara Mongol terpecah dan terpukul mundur dan kerajaan Majapahit mulai berdiri.
Pada tahun 1405 kunjungan Zheng He / Cheng Ho ke Jawa tidak hanya di desa Simongan, Semarang, tetapi juga ke beberapa daerah lain, diantaranya Seprapat ( Juwana ), Tuban, Gresik, dan Surabaya menurut sumber buku dari Tiongkok yang berjudul "Ying Ya Sheng Lan ( Kesan - Kesan Pemandangan Indah Pantai Samudra ) yang ditulis oleh Ma Huan, sarjana Islam yang menyertai Cheng Ho sebagai penerjemah. Dalam buku tersebut diulas mengenai keadaan Jawa Timur terutama Tuban yang merupakan pintu gerbang Majapahit pada masa itu- Dijelaskan pula bahwa:
Tupan ( Tuban ) adalah nama sebuah tempat Dismi ada 1000 lebih kepala keluarga yang dikepalai dua orang lurah. Diantara penduduk itu terdapat orang-orang Tianghoa yang berasal dari Guangdong (kwitang) dan Zhangzou ( Tjiang Tjiu) yang telah turun temurun tinggal disini.
Dari Tuban kearah Timur kira-kira setengah hari perjalanan terdapat sebuah kampung yang dinamakan Sicun (perkampungan baru ), orang setempat menamakan Gresik letak- nya dipinggir laut. Dari perkampungan baru yang bernama Gresik itu berlayar sekitar sepuluh kali kearah selatan, akan tiba di Sulumayi (Surabaya), air dimuara sungai tawar rasanya, banyak kapal berlabuh disini. Untuk mencapai pusat kota Surabaya, harus berlayar layer lagi kurang lebih 10 li ( 1 li kurang lebih 1 km ). Penduduk disana diperinta oleh Kepala Desa,diantara seribu kepala keluarga di sana terdapat penduduk tionghoa. Dari Surabaya berperahu sebanyak delapan li kit aka tiba di tempat yang dinamaka Zhanggu (Cangkir).
Demikian Yg di tulis Ma Huan sarjana Islam yang ditulis Zheng He ( 1405) dalam buku "Yin Ya Seng Lan" mengenai Tuban.
Pada waktu kunjungan Zheng He ke Tuban, kolam dengan sumber air yang jernih dipercaya diperoleh dari dua jendral kaisar Kubilai Khan dari Dinasti Yuan yang bemama Shi Bi dan Gao Xing. Dijelaskan pada waktu di Tuban, kapal-kapal prajurit berbulan-bulan kehabisan air, di daratan pun tidak ditemukan air minum. Maka dua jendral tersebut bersujud kepada Tian ( Tuhan yang Maha Esa ), memohon dengan sungguh- sungguh, dengan harapan supaya Tian menunjukkan jalan dimana sumber air itu bisa diperolehnya. Kemudian tombak sang jendral dilemparkan sejauh-jauhnya dengan sekuat tenaga. Setelah tembok menancap ditanah maka semburan air langsung meluncur keatas.Semburan air ini kemudian dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan TU BANyu. Di kemudian hari daerah itu disebut dengan nama TUBAN.
Pada abad XIV Tuban sudah menjadi gerbang utama pelabuhan laut Kerajaan Majapahit. Orang-orang elit Jawa pada masa itu telah terbiasa dengan barang-barang mewah yang diimport dari negeri China.
No comments:
Post a Comment