Marga Guan/Kwan. |
Ada dua sumber dari marga Guan / Kuan :
1) Menurut catatan sejarah, marga ini telah ada sejak akhir Dinasti Xia ( 2183 SM- 1752 SM ) sehingga telah memiliki umur 士 3700 tahun. Marga ini berawal dari seorang menteri negara di zaman Dinasti Xia akhir yang bernama Huan Long Feng. Beliau mengabdi pada Kaisar Jie, kaisar terakhir dari Dinasti Xia. Long Feng akhirnya dijatuhi hukuman mati karena menasehati kaisar untuk menghentikan kelaliman dan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan dan keamanan masyarakatnya. Karena karakter Huan mirip dengan Guan, dikemudian hari keturunan dari Menteri Huan menggunakan Guan / Kuan sebagai marga dari keluarganya.
2) Marga Guan / Kuan yang kedua berasal dari periode musim semi dan gugur ( 722 SM - 481 SM ) dari seorang pejabat bernama Yin Xi. Pejabat ini adalah Komandan Gu Guan. Gu Guan adalah pos militer yang menghubungkan antara satu kota dengan kota lainnya dan jabatan itu disebut sebagai Guan Ling. Yin Xi kemudian menjadi terkenal karena beliau menyebarluaskan kitab Tao Te Ching yang ditulis oleh Lao Zi. Kitab ini adalah hadiah dari Lao Zi kepada Yin Xi ketika beliau lewat pos tersebut. Keturunan Yin Xl kemudian menggunakan nama jabatan yaitu Guan / Kuan sebagai marga dari keluarganya.
Tokoh-tokoh terkenal dan marga ini adalah Seorang jendral terkenal dari negara Shu pada masa Tiga Negara (Sam Kok 220- 280 M ) yang bernama Guan Yu ( Kuan Kong ).
Dibawah ini diurai secara rinci sejarah Guan Yu.
Dibawah ini diurai secara rinci sejarah Guan Yu.
GUAN DI / GUAN YU Guan Di (Koan Te - Hokkian) atau secara umum disebut Guan Gong (Koan Kong - Hokkian) yang berarti Paduka Guan, adalah seorang panglima perang ternama yang hidup pada zaman San Guo (221 - 269 M). Nama aslinya adalah
Guan Yu (Koan I - Hokkian) alias Guan Yun Chang (Koan In Tiang - Hokkian). Oleh Kaisar Han, ia diberi gelar Han Shou Ting Hou (Han Siu Teng Houw -Hokkian).
Para anggota perkumpulan rahasia itu biasanya melakukan sumpah setia dihadapan altar Guan Di. Disamping dipuja sebagai lambang kesetiaan dan kejujuran, Guan Di dipuja sebagai dewa pelindung perdagangan, dewa pelindung kesusasteraan dan dewa pelindung rakyat dari malapetaka peperangan yang mengerikan. Julukan Dewa Perang yang umumnya dikenal dan diamanatkan kepada Guan Di, harus diartikan sebagai dewa untuk menghindarkan peperangan dan segala akibatnya yang menyengsarakan rakyat, sesuai dengan watak Guan Di yang budiman.
Guan Di adalah penduduk asli kabupaten Hedong (sekarang Jiezhou) di provinsi Shanxi. Bentuk tubuhnya tinggi besar, berjenggot panjang dan berwajah merah. Adapun merahnya wajah Guan Di memiliki cerita tersendiri yang tidak terdapat dalam novel San Guo (Kisah tiga Negeri).
Suatu hari dalam pengembaraannya, Guan Di berjumpa dengan seorang tua yang sedang menangis sedih. Ternyata anak perempuan satu-satunya, dengan siapa hidupnya bergantung, dirampas oleh wedana setempat untuk dijadikan gundik.Guan Di yang berwatak budiman dan tidak suka sewenang-wenang inipun naik darah.
Dibunuhnya wedana yang jahat itu dan sang gadis dikembalikan kepada orang tuanya. Namun dengan perbuatan ini Guan Di kemudian menjadi buronan. Dalam pelariannya, ketika ia sampai di sebuah pegunuguan di provinsi Shanxi, ia membasuh mukanya di sebuah sendang kecil yang terdapat di pegunungan itu. Seketika itu juga wajahnya berubah menjadi merah, sehingga tidak dapat dikenali lagi. Dengan mudah ia menyelinap diantara pada petugas yang diperintah untuk menangkapnya tanpa diketahui.
Riwayat Guan Di selanjutnya dan sampai akhir hayatnya ditulis dengan sangat indah dalam novel San Guo yang terkenal itu. Dalam babak pertama novel tersebut diceritakan bagaimana Guan Di dalam pengembaraanya berjumpa dengan Liu Bei (Lauw Pi - Hokkian) dan Zhang Fei (Thio Hwi - Hokkian) disebuah kedai arak.
Dalam pembicaraan, mereka ternyata cocok dan sehati, sehingga memutuskan untuk menjadi saudara angkat. Upacara pengangkatan saudara ini dilaksanakan di Rumah Zhang Fei dalam sebuah kebun buah tao atau persik.Liu Bei menjadi saudara tertua, Guan Di yang kedua dan Zhang Fei yang bontot. Bersama-sama mereka bersumpah sehidup semati dan berjuang untuk membela negara. Peristiwa yang dikenal dengan nama "Tao-yuan jie-yi" (Tho Wan Kiat Gi - Hokkian) atau ''Sumpah Persaudaraan di Kebun Buah Persik", sangat dikagumi oleh orang dari zaman ke zaman dan dianggap sebagai lambang persaudaraan sejati yang diidam -idamkan.
Lukisan tiga bersaudara yang sedang melaksanakan upacara sumpah ini banyak menjadi obyek lukisan, pahatan da patung keramik yang sangat disukai orang sampai dewasa ini.
No comments:
Post a Comment