(Luangkan Waktu Untuk Membaca Kisah Ini)
Alkisah hiduplah seorang peramal terkenal bernama Chen Pau Lie dan seorang anak laki-laki tunggalnya bernama Chen Wen Cien disebuah kota kecil di Cina selatan. Pak Lie umurnya sudah 60 tahun dan anaknya baru berumur 19 tahun sedangkan istri dari pak Lie telah meninggal waktu Wen Cien berumur 15 tahun. Bapak dan anak ini hidup dengan serba bercukupan, hal ini dikarenakan pak Lie selain menjadi peramal terkenal yang ramalannya selalu tepat dia juga adalah tabib terkenal juga. Tugas Wen Cien setiap pulang sekolah adalah meracik obat-obatan di apotik mereka bersama dua orang pembantunya sementara pak Lie sibuk melayani pasien yang sangat banyak setiap harinya.
Begitulah kegiatan keseharian bapak dan anak tersebut. Pada suatu malam pak Lie coba meramal nasib anaknya. Alangkah terkejutnya pak Lie melihat hasil dari ramalan itu, ternyata Wen Cien anak kesayangannya tidak berumur panjang dan akan meninggal di usia yang sangat muda yaitu pada umur 20 tahun. Pak Lie sangat terpukul dan tidak bisa menerima kenyataan ini. Keesokan hari pagi-pagi buta pak Lie pergi ke gunung untuk menemui gurunya, berharap ramalannya salah.
Tapi apa mau dikata, guru pak Lie juga mengatakan hal yang sama. Dengan langkah yang gontai pak Lie pulang kembali ke rumah. Sesampainya di rumah pak Lie terus melamun "Kenapa anak yang begitu baik harus mati muda, siapa lagi penerus ku, buat apa harta ku berlimpah tetapi anakku satu-satunya tidak dapat ku pertahankan dan akan mati muda" gumannya dalam hati. Pak Lie tidak sanggup melihat anak kesayangannya meninggal dihadapannya.
Pak Lie pun memanggil Wen Cien ," Anakku kamu sudah dewasa, menurut adat nenek moyang kita kamu harus pergi berkelana mencari ilmu, kini waktunya telah tiba anakku " kata pak Lie sambil meneteskan air mata. Sebenarnya tak ada adat seperti itu dalam keluarga pak Lie, ini hanya ide dari pak Lie karena dia tak mau melihat anak kesayangan meninggal di hadapannya.
Wen Cien pun bertanya "Kenapa papa menangis? kalau papa rasa berat, kita langgar aja adat keluarga kita itu, lagipula siapa yang membantu papa nanti" pak Lie pun tersadar dan berpura-pura tegar dihapusnya air mata "Anakku adat tidak boleh dilanggar dan kamu jangan kawatirkan papa, kan ada dua pembantu kita yang setia mendampingi papa, besok pagi-pagi kamu sudah harus berangkat anakku "
Keesok paginya Wen Cien pun berangkat dengan bekal dan uang yang cukup banyak karena pak Lie tahu anaknya tak akan kembali lagi. Sebagian uang tabungan pak Lie diserahkan kepada anaknya. Pak Lie berharap anaknya dapat menikmati sisa hidupnya.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun pak Lie pun kembali tegar meskipun terkadang pak Lie bersedih bila teringat pada anak kesayangannya itu. Setelah kepergian Wen Cien, pak Lie pun menjadi seorang dermawan yang baik hati. Baginya harta tidak penting lagi, pak Lie selalu memberi pengobatan gratis terhadap pasien-pasiennya yang kurang mampu juga terhadap kedua pembantunya, pak Lie sudah menganggap mereka sebagai anaknya sendiri. Setiap ada kegiatan sosial atau ada pembangunan Vihara pak Lie selalu menyumbang.
Pada suatu malam setelah hujan yang begitu deras berhenti, pintu rumah Pak Lie diketuk oleh seseorang berkali-kali. Pak Lie pun bergegas keluar dari kamar, pak Lie menebak pasti ada orang yang butuh pertolongan. Pak Lie pun segera membukakan pintu... dan alangkah terkejutnya pak Lie..pak Lie tidak percaya orang yang berdiri dihadapannya dengan seragam pengawai pemerintahan.
"....A cien.....Acien anak ku...benarkah itu...." teriak pak Lie dengan bibir yang bergetar dan mengucek-ucek matanya.
"Benar pak ini saya anak papa" jawab pemuda itu, lalu merekapun berpelukan rindu bertahun2 tidak bertemu, tapi dalam benak pak Lie berkata " Ini tidak mungkin ....ini tidak mungkin...pu khe neng..." diusap-usapnya wajah pemuda itu pak Lie masih tidak percaya kalau itu Wen Cien anaknya atau ini arwahnya sebab seharusnya Wen cien telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Keesok harinya pak Lie masih penasaran dan tidak percaya kalau anaknya masih hidup. Pak Lie pun bergegas pergi ke gunung bersama Wen Cien utk menjumpai gurunya.
Sesampai di padepokan gurunya, setelah memberi hormat pak Lie pun langsung berkata "Guru ramalan kita sudah salah guru...lihat Wen Cien anakku masih hidup dan sekarang menjadi pejabat "
Guru pak Lie "Ehmmmm...tidak mungkin...tidak mungkin " sambil tangannya menghitung2 . "Ini tidak mungkin... semua hitungan kita benar...ada apa ini " guru pak Lie menggeleng-gelengkan kepala sambil mengelus janggutnya yang panjang.
Akhirnya guru pak Lie pun menginterograsi Wen Cien "Nak coba katakan pada kakek guru apa yang kamu lakukan setelah meninggalkan rumah"
Wen Cien pun bercerita " Setelah pergi dari rumah aku tidak tahu mau kemana. Dengan menaiki kuda, aku telusuri jalan tanpa tujuan, setiap kota yang ku jumpai aku beristirahat dan esoknya ku lanjutkan kembali perjalanan... lalu tiba disebuah sungai aku melihat seorang ibu dgn ketiga anaknya yang masih kecil menangis di pinggir jembatan, kuperhatikan terus ibu itu eh... ternyata dia dan ketiga anaknya akan melompat kesungai yang dalam itu...Aku pun bergegas menahan ibu itu agar tidak tidak terjun ke sungai tersebut..."
Ibu itu berteriak "Mengapa kamu menolongku anak muda? AKU INGIN MATI !..."
Wen Cien pun berkata "Kenapa ibu mau bunuh diri...? Lagi pula kenapa anak-anak juga akan ibu bunuh apa yang terjadi ibu...? "
Ibu itu menjawab "Suamiku baru saja meninggal... rumah serta ladang kami di sita oleh tengkulak, sekarang kami tidak memiliki apa-apa lagi, sebenarnya saya hanya ingin bunuh diri sendirian karena tidak tahan lagi menanggung beban yang sangat berat, tetapi kalau saya meninggal, bagaimana anak-anak saya ? Siapa yang memelihara mereka ? Jadi mereka saya bawa serta."
Mendengar cerita itu Wen Cien tergugah hatinya dan memberikan uang yang cukup banyak kepada ibu itu "Bu ini ada sedikit uang semoga bisa meringankan beban ibu." "Wah ini terlalu banyak anak muda" jawab ibu itu. "Tidak bu...saya juga minta izin tinggal bersama ibu karena di sini saya tidak punya saudara" sahut Wen Cien.
Wan Cien pun tinggal bersama ibu itu dan membantu mengembangkan usaha keluarga ibu itu. Kehidupan merekapun sekarang jauh lebih baik dari waktu suaminya masih hidup. Dan pada suatu hari ada pengumuman dari kota raja bahwa ada penerimaan pejabat negara. Wen Cien pun ikut ujian dan akhirnya lulus dgn nilai yang sangat baik serta di terima menjadi pejabat negara.
Mendengar cerita Wen Cien, pak Lie dan gurunya termenung sejenak sambil jari-jari mereka menghitung "Aha....ternyata nasib bisa dirubah " celoteh guru Pak Lie.
Ternyata nasib bisa di rubah itulah kenyataannya. Wen Cien dan pak Lie telah merubah nasib mereka dengan berbuat kebajikan.
Cerita ini tak jauh berbeda dengan kisah LIAU FAN yang merubah nasib buruknya dengan berbuat kebajikan. Dari cerita ini kita bisa mengambil kesimpulan tak ada satupun makhluk adi daya yang menguasai nasib kita, kitalah sendiri yang mengendalikan nasib kita dari hasil karma masa lampau dan karma saat ini. nasib baik juga akan mejadi buruk kalau di kehidupan ini kita isi dengan perbuatan buruk dan sebaliknya nasib buruk akan menjadi baik apabila kita isi kehidupan kita dengan perbuatan-perbuatan baik.
Semoga bermanfaat...
Cerita diatas benar sekali. Saya telah berhasil lolos tes cpns, stlh melakukan banyak kebaikan dan berdoa kepada Yang Mulia Dewi Kwan Im. Skrg saya berusaha khusuk dan rutin doa harian agar bisa angkat guru ke Dewi Kwan Im.
ReplyDeleteBenar kah.?
DeleteCerita yang mengandung pesan2 kehidupan. Tetaplah berbuat baik.
ReplyDelete