Add caption |
Kebanyakan para nabi mengajarkan atau membabarkan ajarannya secara oral lewat khotbah atau lewat tanya jawab dengan para rasulnya atau umatnya. Penjelasan ajaran yang disampaikan secara oral ini juga diterima oleh para muridnya hanya dengan saja, tidak dengan menulis dan mencatat.sebab pada jaman itu belum tersedia sarana untuk dapat menulis cepat. Jadi ajaran-ajarannya 100% diterima hanya dengan mendengarkan dan disimpan dalam ingatan masing-masing muridnya.
Sang murid mengajarkan lagi kepada muridnya (cucu murid sang nabi) juga secara oral berdasarkan ingatannya saja ditambah tafsiran-tafsiran yang muncul dalam pikirannya. Sang cucu murid ini juga menerima ajaran-ajaran tersebut hanya dengan mendengarkan saja tanpa dapat menuliskan semua yang diajarkan sang guru. Sekali lagi karena belum adanya peralatan yang dapat digunakan untuk menulis cepat.
Mungkin ada beberapa cucu murid sang nabi yang kebetulan rajin dan memiliki peralatan tulis yang baik, sesampainya di rumah atau beberapa hari kemudian membuat catatan-catatan kecil mengenai ajaran- ajaran yang diterima dari gurunya (murid sang nabi) dengan 'mengukimya' di atas daun lontar, kulit kayu atau kulit binatang. Semua catatan-catatan yang 'diukir' ini tentu hanya sebatas ingatan mereka ditambah tafsiran-tafsiran yang bisa muncul dipikirannya. Kemudian setelah melalui kurun waktu yang panjang sampai ratusan tahun setelah sang nabi berkhotbah dan'setelah sang nabi wafat, catatan-catatan kecil" tadi" dikumpulkan oleh rohaniawan-rohaniawan aliran agama ini; dipilah-pilah dan di susun diedit untuk ditetapkan menjadi kitab suci.
Jadi transfer ajaran ini atau pengalihan ajaran ini dan sang nabi kepada rasul, dan para rasul kepada para muridnya lagi tidak seperti transfer ilmu di kelas sekolah pada jaman yang sudah maju. Ada papan tulis, ada meja dan kursi, ada alat-alat tulis dan kertas yang memadai untuk dapat menulis cepat dan mencatat semua yang diterangkan oleh guru di kelas.
Jadi anda dapat membayangkan seberapa banyak ajaran yang dapat disampaikan sang nabi yang dapat dirangkum dan tertulis kedalam kitab suci. Kalau masih ada 50% saja sudah baik. Pasti banyak yang terlupakan, terselip, hilang dan dihilangkan atau ditambahkan dalam mengedit. Sebab jaman penulisannya sudah berbeda dengan jaman sang nabi berkhotbah.
Oleh karena itu sebaiknya jangan terlalu fanatik terhadap isi kitab suci, sebab firman Allah yang diterima oleh para nabi tersebut di dalam kitab suci sudah ada yang berubah oleh panjangnya waktu, ingatan manusia, ulah manusia dan perubahan jaman. Lepas dari semua kelemahan penulisan isi kitab suci jaman dulu, semua kitab suci agama mengajarkan kepada manusia untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik dan benar, untuk membuat manusia menjadi baik. Jadi isinya perlu dimengerti dan dipahami dengan benar, jangan ditafsirkan secara salah.
Patokannya atau tolak ukurnya adalah harus dapat membuat manusia menjadi baik. Kitab suci adalah salah satu unsur penting dalam agama. Baru dapat disebut agama kalau sudah memenuhi syarat: ada nabinya, ada kitab sucinya dan ada umatnya. Seperti sebuah wilayahnya, ada pemerintahannya dan ada rakyatnya.
0 komentar
Post a Comment