Saturday, February 17, 2018

TERTAWALAH DAN MENANGISLAH

Terkadang kita sering kali malu menunjukkan perasaan kita. kita sering bermain sandiwara dengan perasaan kita, tetapi sampai kapan?
beranikah kita melepaskan 'TOPENG' kita dan hidup dengan apa adanya..?



Zaman sekarang penuh kepalsuan, sewaktu hati kita sedih seharusnya kita menangis tapi dunia ini penuh sandiwara, berpura-pura tertawa, bertindak seolah-olah semua sempurna. Apa saja. tentang keluarga, tentang karier, tentang pendidikan anak, tentang perlakuan pasangan hidup kita, tentang banyak hal. 

Demikian juga kalau kita gembira, senang, tetapi kita tidak mampu tertawa dengan bebas, seolah-olah ada kekuatan yang menghalangi kita untuk bebas. Kekuatan itu memang diciptakan oleh kita sendiri. Kekuatan sebagai hasil imajinasi kita tentang sosok manusia yang bagaimana seharusnya bukan bagaimana adanya. 

Kita tidak mau mengakui kekurangan dalam diri kita. Kita tidak mempunyai kekuatan untuk mengakui semua kelemahan dalam diri, kita sendiri menciptakan diri kita yang palsu. 

Dunia ini tidaklah selalu sempurna karena adanya kekurangan maka ada kelebihan semuanya wajar saja. 

Ada penderitaan yah ada kebahagiaan. 
Ada untung yah ada rugi. 
Ada hina ada pujian. 
Ada fitnah ada kekaguman. 

Semuanya wajar saja. 

Yang tidak wajar adalah mengharapkan yang satu tetapi menolak yang lain. 

Kondisi ini disebut 8 sifat duniawi, yang berdasarkan pada dualisme. 

Orang-orang yang suci, sebut saja Yesus Kristus atau Buddha. telah melampui dualisme ini, mereka telah menyadari dan memahami kondisi tersebut, pikiran mereka telah berada diatas dualisme, bukan artinya mereka tidak mengalaminya, tetapi mereka telah melampui, 8 sifat duniawi tersebut tidak lagi merisaukan mereka, tidak lagi mampu membuat hati mereka gelisah. Mereka tenang dan seimbang. 

Bukan berarti mereka tidak tertawa dan tidak menangis. 

Budha tertawa pada saat semua mahluk berbahagia. 

Budha menangis pada saat makhluk-makhluk menderita. 

Budha tertawa dan menangis bukan dilandaskan lagi atas keinginan pribadi, bukan berlandaskan pada keakuan dan kemelekatan. 

Mereka tertawa dan menangis karena peduli dengan makhluk- makhluk lain. 

Kalau kita ??? 

Kalau kita belum bisa tertawa dan menangis untuk mahluk lain, setidaknya tertawalah dan menangislah untuk diri kita.

jangan malu, pada saat senang dan bahagia tertawalah dengan hati bebas.

Pada saat kita perlu menangis. menangislah dengan betul-betul serius.

Nikmatilah suasana hatimu. Kita akan benar-benar memahami, selama ini kita banyak menipu diri sendiri.

0 komentar

Post a Comment