Wednesday, March 16, 2016

PERTANYAAN DAN KOMENTAR TENTANG SPIRITUAL BAGIAN l : KLENTENG DAN SEMBAHYANG


PERTANYAAN DAN KOMENTAR TENTANG SPIRITUAL BAGIAN l : KLENTENG DAN SEMBAHYANG
Add caption
l. Apakah untuk ibadah sembahyang di beberapa klenteng dengan altar dewa yang berbeda-beda boleh memakai persembahan yang sama?

Mau memakai persembahan yang sama boleh-boleh saja, akan tetapi lebih baik kalau memakai persembahan khusus yang dikehendaki oleh dewa di altar.

Persembahan khusus: 
Untuk Dewa Hian Thian Siang Tee perlu ada Tee- Lio (gula batu, angco dan tankwe).
Untuk Eyang Ratu Kidul perlu ada kelapa hijau dengan sabut merah (pink).
Untuk Eyang Begawan di Jumprit perlu ada pisang raja.
Untuk Eyang Lengkung Kusumo di Jambe 7 perlu ada pisang raja.
Untuk Dewi Kwan Im sebaiknya ada kue mangkok merah.
Untuk Sang Hyang Budha sebaiknya ada bunga sedap malam.

Persembahan standard:
Untuk persembahan di altar klenteng, kecuali ada persembahan khusus, perlu dilengkapi persembahan standard berupa 3 macam buah masing- masing 7. Jeruk, apel, siang lee atau seikat buah anggur, lengkeng atau satu piring buah duku.

Buah naga. melon, semangka. sawo, nanas dan lain-lain kurang baik sebab berunsur yin atau negatif.

Semua persembahan ini dihaturkan kepada dewa di altar utama. Setelah selesai sembahyang jangan semuanya dibawa pulang. Kalau mau membawa pulang sebagian dari persembahan tersebut untuk berkah orang di rumah, sebaiknya tanya dulu dengan sarana pak-pwee. Boleh atau tidak untuk meminta berkahnya? Kalau boleh persembahan yang mana? Jangan semuanya dibawa pulang seolah-olah "hanya menumpang taruh saja", bukan dipersembahkan secara total.

2. Apakah benar persembahan untuk para dewa di klenteng adalah mubasir, sebab dewa tidak mengkonsumsi / memakan persembahan tersebut?

Para dewa dan roh suci memang tidak meng-konsumsi / makan maupun membutuhkan persembahan persembahan tersebut. Yang membutuhkan persembahan tersebut adalah manusianya sendiri, manusia yang sedang sembahyang memohon sesuatu kepada dewa dan roh suci di altar. Agar dapat menerima apa yang diminta, perlu memiliki wadah untuk menerima berkah yang akan diberikan oleh dewa di altar Untuk memiliki wadah untuk dapat menerima, maka perlu mau memberi, yaitu memberikan persembahan.

Ingat, yang mau menerima perlu mau memberi. Dan yang tidak memberi,"pada dirinya tidak muncul wadah untuk menerima" Hal ini perlu dilakukan untuk memenuhi hukum keseimbangan, hukum alam semesta.

Para dewa dan roh suci selalu taat pada hukum alam semesta yaitu hukum keseimbangan. 

Penjelasan lebih lanjut ada di buku ke-5  "Dialog Dengan Alam Dewa" halaman 20 dengan topik Hukum Alam Semesta.

3. Apakah persembahan dapat diganti dengan uang dana saja? 



Pernah datang tamu saya yang bertanya seperti diatas. Dia mau praktis dan gampangan saja. Daripada susah-susah cari buah dan lain-lain, diganti saja dengan uang, atau angpao.
Saya jelaskan pada tamu saya ini, persembahan berupa buah dan lain-lain berbeda dengan uang dana atau angpao. Persembahan adalah langsung kepada dewa di altar, jadi langsung diterima oleh dewa di altar, sehingga dewa di altar dapat langsung memberikan berkah sesuai dengan wewenang yang dimilikinya atas dasar hukum keseimbangan dan hukum karma yang ada pada orang tersebut.

Kalau persembahan diganti dengan uang, ini berarti sumbangan dana untuk klenteng, jadi suatu persembahan yang tidak langsung kepada dewa di altar, sehingga berkahnya dapat berbeda. Kalau dilakukan kedua-duanya, itu yang lebih baik. Ada persembahan langsung dan ada sumbangan untuk keperluan klenteng.

4. Apakah kalau sembahyang memohon di klenteng tanpa membawa persembahan tidak akan memperoleh berkah?

Para dewa dan roh suci memiliki rasa belas kasih yang tinggi, juga dapat mengetahui isi hati manusia. Kalau orang yang datang sembahyang di klenteng ini betul-betul kesulitan keuangan untuk membeli persembahan, uangnya hanya pas-pasan untuk hidup sederhana, maka tanpa membawa persembahan apapun, permohonannya akan diterima dan diberkati sesuai dengan amal perbuatannya dan kebersihan hati nuraninya. Bahkan tanpa menyalakan lilin dan pasang hio pun ibadah sembahyangnya akan diterima.

5. Besarnya berkah dalam ibadah sembahyang tergantung apa?

Beribadah sembahyang kepada para dewa dan roh suci yang Ilahi akan menerima berkah yang bersifat Ilahi.

Berkah yang berupa karunia Ilahi ini hanya dapat diterima oleh mereka yang memiliki hati nurani yang bersih. Oleh karena itu, besarnya berkah tergantung beberapa faktor, seperti:

- Kebersihan hati nurani yang berhubungan langsung dengan RPH (Rapor Perjalanan Hidup) dan SKKB (Skala Kadar Karma Buruk). 

- Besarnya wadah yang dimiliki untuk menerima berkah.

- Motivasi dan tujuan ibadah sembahyang, serius atau hanya sekedar iseng mau tahu, hanya ikut-ikutan saja dan lain-lain.

- Niat dan upaya untuk tujuan ibadah sembahyang.
Seberapa besar niat dan usaha yang telah dilakukan untuk menjalankan ibadah ini. Hanya numpang ikut kalau ada yang mengajak atau berusaha sendiri untuk menjalankan ibadah.
Kesemuanya ini dapat menentukan besarnya berkah yang akan diterima.

6. Apakah sembahyang di klenteng perlu pada tanggal l dan 15 imlek?

Dari jaman dulu sampai sekarang, banyak orang atau umat klenteng memiliki anggapan sembahyang sebaiknya pada tanggal l dan 15 kalender imlek. Hal ini boleh-boleh saja dan baik, tapi apakah perlu?

Tidak selalu.

Jaman dulu jumlah penduduk belum sebanyak sekarang, begitu juga jumlah umat klenteng. Banyak klenteng yang umatnya hanya sedikit, terutama di kota-kota kecil. Kadang sehari tidak ada satupun umat yang datang sembahyang.

Di jaman sekarang ada beberapa klenteng yang umatnya banyak, setiap hari ada banyak umat yang sembahyang. Tapi Juga ada banyak klenteng yang umatnya tetap hanya sedikit Bahkan masih ada klenteng yang sehari tidak satupun umat yang datang sembahyang.

- Untuk klenteng yang setiap hari didatangi banyak umat, sembahyang di klenteng seperti ini tidak perlu tunggu tanggal l dan 15. Hari apa saja boleh dan baik untuk sembahyang.

Mengapa?

Sebab dewa di altar selalu ada di tempat untuk menerima orang yang sembahyang.

Untuk klenteng yang sepi pengunjung, mungkin hanya pada tanggal l dan 15 saja yang didatangi umat sembahyang. Sebaiknya memang sembahyang pada tanggal l dan 15. Mengapa?

Sebab pada hari-hari yang lain dimana tidak ada satupun umat yang datang sembahyang, dewa di altar tidak ada ditempat. Dewa ini "naik ke atas", altar hanya ditunggu oleh dewa kecil penjaga altar.

Dewa kecil ini tidak punya wewenang untuk menerima per-mohonan umat, apalagi memberikan berkah. Jadi prosedur ibadah sembahyang di klenteng yang sepi pengunjung, yang bukan pada tanggal l dan 15, perlu prosedur khusus.

Waktu sembahyang "ke langit" ke Tuhan YME, anda perlu memohon ijin dan restu untuk beribadah sembahyang di klenteng ini, dan memohon agar dewa di altar dapat turun hadir menerima ibadah sembahyang anda. Tunggu sebentar baru anda menuju altar utama untuk mulai sembahyang dan bertanya dengan sarana pak-pwee apakah dewa di altar utama telah ada di tempat. Kalau jawabannya ya , baru dilanjutkan dengan doa permohonan anda. 

Semoga penjelasan singkat ini dapat membantu anda beribadah di klenteng.


7. Mohon penjelasan mengenai Hu dan prosedur meminta Hu pelindung diri.

Ada bermacam-macam Hu untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah Hu untuk pelindung diri, pelindung rumah, pelindung usaha, untuk rejeki,untuk obat, untuk tahun ciong (naas), untuk upacara duka, upacara nikah dan lain-lain.

Prosedur untuk meminta Hu semuanya sama, hanya doa permohonannya yang beda. Ada Hu yang sudah tertulis keperluannya atau kegunaannya, tapi juga ada Hu yang tidak tertulis kegunaannya. Jadi "titah dewa" atau perintah dewa tidak tertulis pada Hu tersebut. Yang ditulis hanya "Titah Dewa Kwan Kong" misalnya. Untuk Hu semacam ini, "titah dewa baru diberikan pada saat Hu tersebut dimintakan pengisian di altar utama dengan menyebutkan keperluannya.

Warna kertas Hu juga bermacam-macam. Ada merah, putih dan kuning. Pada Hu yang tidak tertulis titah / perintah dewa, umumnya berwama kuning. Hu semacam ini dapat dipakai untuk berbagai keperluan tergantung permintaan pemohon Hu.

Prosedur meminta Hu, dengan membawa persembahan yang diperlukan:

l. Sembahyang ke langit untuk menghaturkan sembah sujud kepada Tuhan YME dan memohon ijin dan restunya untuk melakukan ibadah sembahyang di kelenteng ini.

2. Menghadap ke dewa di altar utama, menghaturkan sembah sujud dan menghaturkan persembahan yang dibawa.

3. Memberitahukan maksud kedatangannya untuk memohon kemurahan hati dan belas kasih daridewa di altar, mau memohon Hu untuk... (sebutkan untuk keperluan apa). Memohon dewa di altar dapat mengabulkan permohonan anda.

4. Setelah selesai sembahyang keliling di altar-altar yang ada, kembali lagi ke altar utama, meminta kertas Hu sesuai kegunaannya dari petugas klenteng, kemudian dimintakan pengisian kekuatan ke dalam Hu tersebut sesuai keperluannya dengan mengasapkan kertas Hu tersebut di atas dupa hio, diputar sebanyak tiga kali. Kemudian tanyakan melalui pak-pwee, apakah Hu tersebut sudah terisi.

Kalau sudah, tanyakan lagi berapa lama jangka waktu Hu tersebut. Apakah untuk 6 bulan atau 3 bulan, satu bulan dan seterusnya. Setelah selesai ucapkan terima kasih dan mengaturkan sembah sujud kepada dewa di altar.

Setelah anda mau pulang baru kertas sembahyang dibakar. Jangan membakar kertas kalau anda belum mau pamitan pulang, sebab membakar kertas berarti anda sudah selesai dan mengakhiri ibadah sembahyang anda.


8. Apakah benar bahwa Hu memiliki jangka waktu yang berbeda-beda?

Sebuah Hu memang memiliki jangka waktu (lifetime) berlaku yang berbeda-beda, tergantung kegunaannya dan kondisi orang yang meminta. Saya akan membatasi penjelasan ini hanya untuk Hu pelindung diri saja.

Tergantung orang yang dilindungi, untuk bayi dan anak kecil umumnya dapat diberikan untuk jangka waktu satu tahun. Sebab bayi dan anak kecil biasanya hanya untuk melindungi dari gangguan makhluk halus yang usil saja, tidak benar-benar mau menyakitinya.

Untuk anak remaja dan orang dewasa, biasanya diberikan untuk jangka waktu 6 bulan atau 3 bulan. Ada juga yang hanya satu bulan, tergantung kebutuhan dan kasusnya.

Hu pelindung diri untuk menghadapi upacara duka dan upacara pernikahan, umumnya diberikan untuk jangka waktu satu minggu sampai 10 hari saja, khusus untuk menghadiri upacara tersebut.

Walaupun Hu memiliki jangka waktu, tapi juga ada beberapa kasus dimana kekuatan Hu habis sebelum waktunya. Diberikan untuk satu bulan atau tiga bulan, kekuatan Hu habis dalam waktu dua minggu atau satu bulan saja. Mengapa bisa begitu?

Kekuatan pelindung diri yang ada di dalam Hu berupa aura Ilahi pelindung diri. Kalau gangguannya gencar dan bertubi-tubi seperti santet yang dikirim secara gencar dan periodik. maka Hu pelindung diri bekerja keras untuk melindungi. Banyak aura pelindung diri yang terpakai sehingga auranya cepat habis sebelum waktunya. Hal ini dapat dianalogikan
atau diumpamakan batere yang cepat habis kalau dipakai terus-terusan.

Pada kasus-kasus seperti ini, orang yang memakai Hu perlu waspada dan memperhatikan keadaan kesehatannya. Kalau dirasakan penyakitnya lagi-lagi kambuh atau kesehatannya makin sering terganggu, walaupun Hu yang dipakai belum habis jangka waktunya, perlu cepat-cepat minta Hu baru dan menanyakan pada dewa di altar apakah di dalam badannya sudah ada gangguan-gangguan yang masuk.

Jangan begitu saja mengikuti apa yang dikatakan oleh petugas klenteng bahwa Hu berlaku untuk satu tahun.

Sebagian besar petugas klenteng kurang mengerti tentang Hu, tidak dapat komunikasi dengan dewa di altar. Anda sudah berada di rumah dewa (klenteng), maka tanya langsung kepada dewa di altar melalui sarana pak-pwee, jangan tanya kepada petugasnya.

9. Apakah perlu meminta bantuan searang suhu penasehat ciamsie untuk menerangkan arti syair ciamsie?

Orang tidak dapat mengartikan syair sebuah ciamsie kalau dia tidak tahu apa yang ditanyakan. Sebab syair ciamsie bersifat umum. Kalau sudah tahu pertanyaannya, baru dapat memprediksi artinya. Di beberapa klenteng menyediakan buku ciamsie yang isinya berupa penjelasan dan arti syair ciamsie Misalnya syair A, menjelaskan arti syair itu:

- Baik untuk pertanyaan kesehatan, perjodohan lain-lain.

- Tidak baik untuk pertanyaan perjalanan, pekerjaan dan lain-lain.

Sekarang sudah banyak kertas syair ciamsie yang sekalian mencantumkan arti ciamsie tersebut, biasanya dicetak di bagian bawah.

Walaupun sudah ada penjelasan arti sebuah ciamsie, tapi tetap tidak dapat mencakup semua pertanyaan umat. Maka kalau anda meminta petunjuk dan nasehat melalui syair ciamsie, setelah kertas ciamsie-nya anda baca dengan teliti, tanyakan kepada dewa di altar utama melalui pak-pwee, apakah jawaban yang diberikan oleh sang dewa ada di baris pertama, atau baris kedua dan selanjutnya.

Semoga anda berhasil memperoleh nasehat dan petunjuk yang dibutuhkan.

Jadi apakah suhu penasehat ciamsie masih dibutuhkan?

Kalau anda merasa masih butuh,jangan semua penjelasannya begitu saja anda percaya.Sebaiknya penjelasan-penjelasan itu ditanyakan lagi kepada dewa di altar, benar tidaknya penjelasan dari suhu tersebut.

menjaga selalu waspada dan hati-hati sangat diperlukan.

10. Mengapa altar rumahan perlu di-EVALUASI?

Dulu, sekitar 30 tahun yang lalu, saya masih termasuk awam di dalam laku spiritual. Saya belum "melihat gaib". Waktu itu kalau saya melihat altar rumahan yang ada patungnya Dewa Kwan Kong, Dewi Kwan Im dan lain-lain, saya percaya yang ada di altar tersebut adalah para dewa dan roh suci tersebut.

Begitu juga waktu itu kalau saya datang ke klenteng yang ada suhunya, ada loktung atau mediumnya yang berbicara mengatas-namakan para dewa dan roh suci seperti Dewa Kwan Kong atau Dewi Kwan Im seperti di atas, saya juga percaya bahwa yang berbicara lewat mulut medium ini adalah benar-benar para dewa dan roh suci. Semuanya ini saya percaya lewat panca indra penglihatan melihat patung dan panca indra pendengaran mendengar kata- kata yang keluar dari mulut para medium atau loktung.

Sesuai dengan berjalannya waktu, perjalanan laku spiritual saya dibawah bimbingan para guru roh juga bertambah maju. Sampai pada tahap saya mulai dapat "melihat gaib" dengan baik, saya mulai mengetahui bahwa banyak hal yang dulu saya yakini dan percaya benar, ternyata banyak yang salah.

Banyak altar rumahan yang dulu saya percaya ada dewa yang "duduk" di altar itu ternyata 90% dari altar rumahan tersebut tidak ada dewanya. Kalau tidak kosong ya berisi makhluk halus non Ilahi. Hanya kira- 10% yang berisi dewa. Begitu juga para medium dan loktung, kira-kira 90% yang berbicara lewat medium atau loktung bukan para dewa dan roh melainkan dewa yang palsu, makhluk halus non ilahi yang memalsukan diri menjadi dewa.

Memang makhluk halus non Ilahi ada baik, tapi juga banyak yang jahat. Yang baik dapat menolong manusia, hanya ada kemungkinan meminta imbalan. Imbalan yang akan diminta inilah sangat diktiawatirkan. sebab memintanya sepihak tanpa ada nego dengan yang bersangkutan, dia yang menentukan imbalannya.

Kalau makhluk non Ilahi-nya ini jahat, maka dia sudah numpang enak di altar dengan segala sajian dan persembahan, masih mengganggu penghuni rumah.

Kalau altar itu kosong, ini masih ada nilai positifnya, yaitu dapat digunakan untuk membantu konsentrasi dan visualisasi kalau pemiliknya sedang sembahyang.

Oleh karena itu. sebaiknya kondisi altar di rumah perlu dievaluasi, apakah berisi para dewa atau kosong atau berisi dewa palsu. Cara mengevaluasi altar telah saya jelaskan dalam buku ke-3 dengan judul "Menelusuri Jalan Spiritual" halaman 88 lengkap dengan diagramnya.

Empat klenteng Tridharma di bawah ini baik untuk melakukan evaluasi:

11.Mengapa bisa terjadi begitu banyak altar rumahan yang kosong dan "berisi" dewa palsu atau makhluk halus non Ilahi?

Sejak saya dapat melihat gaib dan mengetahui begitu banyak altar rumahan yang tidak berisi dewa,timbul keinginan untuk mencari tahu apa penyebab-nya. Beberapa penyebab telah saya jelaskan di dalam buku-buku saya. Ini hanya sebagai penjelasan tambahan saja yang mungkin belum sempat ditulis dalam buku-buku saya.

Banyak diantaranya disebabkan oleh prosedur dan proses mendirikan altar yang tidak memenuhi syarat dan salah. Kemudian disusul dengan motivasi dan tujuan mendirikan altar yang salah.

- Prosedur dan proses. Para dewa tidak akan datang sendiri dan duduk di altar rumahan hanya karena ada patungnya yang sudah disembahyangi oleh manusia, atau dibacain mantra atau doa.Jadi jangan mengaltarkan dewa hanya dengan membeli patung dan meletakkan patung dewa di meja altar lalu disembahyangi dan dibacain doa dan mantra. Dewa yang asli tidak akan datang dengan prosedur / cara seperti itu. Kecuali orang tersebut memiliki "keistimewaan dari langit".

- Motivasi dan tujuan mendirikan altar di rumah adalah mengundang para dewa untuk hadir di rumah dan memberikan bimbingan, perlindungan bagi keluarga itu agar dalam menempuh perjalanan hidupnya dapat perlindungan selamat dan bimbingan untuk menjadi orang baik. Kalau motivasinya sudah benar, perlu dilanjutkan dengan perlakuan dan kewajiban yang benar. Jangan setelah mengundang dewa datang lalu perlakuan dan kewajiban mengundang dewa tidak dilakukan. Misalnya altar dewa diletakkan di bengkel, di gudang, di pabrik, di kantor, di toko, di restoran dan lain-lain tempat yang tidak semestinya.

Altar rumahan perlu diletakkan di dalam rumah keluarga tersebut dan setiap hari dibersihkan, diganti air minumnya, dipasang hio / dupa dan disembahyangi setiap hari oleh pemilik altar atau keluarganya. Jangan hanya kalau ada waktu saja baru ada yang sembahyang, kalau tidak ya dibiarkan begitu saja, tidak dirawat dan dilayani secara baik. Perlakuan seperti ini akan membuat dewa yang sudah datang akan pulang kembali dan altar menjadi kosong. Masih beruntung kalau altar itu kosong, kemungkinan besar juga segera "diisi" oleh makhluk halus non Ilahi yang tertarik oleh Persembahan yang tersedia di Altar tersebut.

Altar dewa bukan tempat untuk mengabulkan semua permintaan dari keluarga dan pemilik altar. Dewa di altar datang untuk memberikan bimbingan dan perlindungan. Jadi jangan meminta yang "macam-macam" dan yang "tidak- tidak" kalau anda tidak ingin ditinggal oleh dewa di altar.

- Dewa di altar rumahan juga akan meninggalkan altar kalau pada meja altar tersebut diletakkan bermacam-macam barang non Ilahi seperti macam-macam Hu dan jimat dari berbagai orang pintar dan suhu yang ilmunya non Ilahi. Jangan jadikan altar rumahan anda menjadi meja pajangan "barang- barang antik yang gaib". Ingat, kalau sudah punya "yang putih" jangan mengundang dan menerima "yang hitam", sebab yang putih akan pulang.

Kesemuanya ini adalah sebagian dari penyebab begitu banyaknya altar rumahan yang tidak ada dewanya, menjadi altar kosong atau altar yang tercemar gaib non Ilahi.

12. Bagaimana prosedur mendirikan altar rumahan yang benar?

Masih banyak orang menanyakan cara mendirikan altar rumahan, padahal saya sudah men- jelaskan prosedurnya di buku saya yang ke-7 dengan judul "Tercecer Dari Dialog Dengan Alam Spiritual" halaman 13. Di sini saya akan mengulang point-point-nya saja.

l. Motivasi dan tujuan mendirikan altar sudah benar.

2. Sudah mendapat persetujuan dari dewa yang akan dialtarkan. Jadi perlu tanya dulu di klenteng Tridharma dengan altar utama dewa yang akan dialtarkan. Misalnya mau mengaltarkan Dewi Kwan Im, maka perlu tanya dulu kepada Dewi Kwan Im di altar klenteng Banten lama.

3. Patung / rupang tidak boleh mengandung unsur yin / negatif, bisa tanya di altar klenteng juga.

4. Meminta pengisian atau kay-kwang rupang dengan disemayamkan atau ditaruh di altar klenteng yang altar utamanya sama dengan dewa yang akan anda altarkan.

5. Dengan membawa persembahan lengkap, sembahyang dan berdoa memohon pengisian / kay-kwang rupang yang akan dialtarkan di rumah.

6. Sesuai petunjuk dewa di altar klenteng, pada hari yang telah ditentukan rupang diambil dan dibawa pulang dengan diikuti hio yang tetap menyala sampai tiba di rumah. Lalu dilakukan sembahyang yang pertama dengan persembahan lengkap. Maka sekarang anda sudah memiliki altar dewa di rumah anda dan anda juga sudah memiliki kewajiban- kewajiban yang perlu dikerjakan. Tiap hari sembahyang dan pasang hio,mengganti air minum dan memberi persembahan di hari-hari besar tertentu dan lain-lain.

Kalau anda sudah tahu prosedurnya, saya tidak menganjurkan anda mendirikan altar rumahan dengan suhu atau orang pintar. Lakukan sendiri, sebab kalau pakai suhu atau orang pintar, ke-Ilahian altar anda tergantung Ilahi atau non Ilahinya diri suhu atau orang pintar tersebut. Anda perlu menanyakan kepada dewa di klenteng Tridharma di Banten lama, atau di Plered (Cirebon), atau di Welahan dan Tuban.

Tanyakan apakah suhu atau orang pintar yang akan anda pakai mendirikan altar di rumah anda disetujui oleh dewa di altar. Kalau hasil pak-pwee-nya meragukan, boleh ditanyakan lagi beberapa kali.

0 komentar

Post a Comment